Rokok ilegal yang beredar di Bali (IDN Times/Ayu Afria)
Hasil kajian PPKE FEB UB juga menunjukkan, kebijakan kenaikan tarif cukai dalam beberapa tahun terakhir telah mencapai titik optimum. Hal itu membuat kenaikan tarif lebih lanjut tidak akan efektif dalam menurunkan konsumsi rokok.
"Konsumen cenderung beralih ke rokok ilegal atau produk dengan harga lebih murah. Hal ini tidak hanya mengurangi volume produksi rokok legal tetapi juga berpotensi menurunkan penerimaan negara dari CHT," kata Candra.
Menurut Candra, peredaran rokok ilegal di Indonesia telah meningkat seiring dengan kenaikan harga rokok akibat tarif cukai yang terus naik. Meskipun pemerintah telah meningkatkan operasi penindakan terhadap rokok ilegal, data menunjukkan bahwa ketika harga rokok meningkat, jumlah rokok ilegal di pasaran turut mengalami peningkatan.
Pada 2023, hasil penelitian PPKE FEB UB mengungkapkan, lebih dari 40 persen konsumen rokok pernah membeli rokok polos tanpa pita cukai. Selain itu, simulasi yang dilakukan oleh PPKE menunjukkan kenaikan tarif cukai dari 0 persen hingga 50 persen dapat meningkatkan peredaran rokok ilegal menjadi 11,6 persen dari sebelumnya 6,8 persen.
Di sisi lain, hasil simulasi menunjukkan bahwa potensi CHT yang hilang akibat peredaran rokok illegal seiring dengan kenaikan tarif cukai, dari Rp4,03 triliun ketika tidak ada kenaikan tarif cukai (0 persen) hingga mencapai Rp5,76 triliun ketika cukai dinaikkan sebesar 50 persen
Perlu dicatat angka tersebut diasumsikan bahwa pemerintah juga masih menjalankan upaya pengawasan dan penindakan rokok illegal sebagaimana yang dilakukan saat ini.
"Ini menjadi indikasi bahwa kebijakan cukai yang terlalu ketat dapat memperparah peredaran rokok ilegal dan menimbulkan kerugian bagi negara," ujar Candra.