PT Vale Indonesia di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Rabu (29/3/2023). (IDN Times/Uni Lubis)
Akan tetapi, dalam pembahasan di parlemen tentang divestasi Vale, muncul tudingan bahwa saham Vale yang dilepas ke publik melalui bursa, justru dikuasai perusahaan cangkang. Kecurigaan itu disampaikan anggota Komisi VII DPR RI, Bambang Haryadi dalam rapat kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM, Senin (5/6/2023).
Bambang mengatakan 20 persen saham itu diduga berupa perusahaan dana pensiun PT Sumitomo.
"Kami kaget juga ketika dengar 20 persen, ditambah 20 persen, ditambah 11 persen, 51 persen. Tapi 20 persen ini palsu. Karena 20 persen ini terindikasi di pasar modal ini Sumitomo. Bahkan ada informasi, ya kita akan recheck, ini dana pensiun Sumitomo. Berarti kita kasihan dong? Presiden dibohongi dengan mereka mengemas 51 persen," kata Bambang.
Di lain pihak, Vale Indonesia membantah tudingan adanya perusahaan cangkang yang menguasai saham publik perusahaan. Vale mengatakan manajemen hanya mengikuti mekanisme Bursa Efek Indonesia dalam proses penjualan sahamnya.
Sepekan berselang, Komisi VII DPR RI kembali menggelar rapat bersama Menteri ESDM, Arifin Tasrif untuk membahas divestasi saham Vale, termasuk soal saham publik perusahaan tersebut.
Dalam rapat itu, Arifin mengatakan awalnya 20 persen saham yang hendak dijual Vale, ditawarkan ke pemerintah. Namun, pemerintah tak membelinya sehingga saham tersebut dijual melalui mekanisme pasar modal.
"Tanggal 23 Agustus 1989, pemerintah memutuskan untuk tidak membeli saham perusahaan. Pemerintah meminta perusahaan untuk melakukan penawaran saham melaui Bursa Saham Jakarta atau badan pelaksana pasar modal Jakarta," kata Menteri ESDM, Arifin Tasrif di rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (13/6/2023).
Itu termuat dalam Surat Keputusan (SK) Direktorat Tambang No.1657/251/DJP/1989 tanggal 23 Agustus 1989. Saat itu, pemerintah meminta Vale untuk memenuhi kewajiban divestasi kepada pihak Indonesia dengan melepas 20 petsen saham tersebut ke bursa, yang waktu itu bernama Bursa Efek Jakarta (BEJ).
Pada 1996, saham Vale yang dilepas ke publik pun sudah diakui sebagai kepemilikan Indonesia melalui kontrak karya. Lalu, saham milik publik di PT Vale kembali diakui sebagai kepemilikan Indonesia melalui amandemen kontrak karya 2014.