Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi kilang minyak (IDN Times/Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times – Harga minyak mentah Brent, yang menjadi patokan internasional, naik 1,7 persen menjadi 83,32 dolar Amerika Serikat (AS) per barel pada Jumat (8/10/2021) lalu. Sementara harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), yang jadi patokan AS, melonjak lebih dari 2 persen dan diperdagangkan setinggi 80,09 dolar AS, level tertingginya sejak November 2014.

Di sisi lain, harga batu bara termal China melonjak ke rekor tertinggi baru pada Rabu (13/10/2021). Menurut CNBC, harga batu bara termal Zhengzhou Januari teraktif menyentuh rekor tertinggi 1.640 yuan (254,44 dolar AS) per ton pada awal perdagangan Rabu. Harganya telah melonjak hampir tiga kali lipat tahun ini.

Kenaikan harga tersebut terjadi di saat sejumlah negara di dunia mengalami krisis energi, di mana terjadi pemutusan listrik besar-besaran di China hingga antrian panjang untuk membeli bensin di Inggris.

Bersama kedua negara itu, berikut adalah negara-negara lain di dunia yang baru-baru ini mengalami krisis energi:

1. China

Ilustrasi Tambang (IDN Times/Aditya Pratama)

Lebih dari setengah provinsi China telah melakukan penjatahan listrik selama beberapa minggu terakhir, mengganggu kehidupan sehari-hari puluhan juta orang. Lift telah dimatikan, jam buka toko telah dipersingkat, dan pabrik harus mengurangi hari operasional dan konsumsi daya. Beberapa provinsi bahkan dilaporkan mengalami pemadaman total.

Ini adalah krisis listrik terburuk yang dihadapi China dalam satu dekade. Penyebab langsungnya adalah China masih sangat bergantung pada batu bara, yang menyokong 70 persen pembangkit listrik negara itu.

Harga listrik yang dibayarkan ke pembangkit diatur oleh pemerintah pusat, sedangkan harga batu bara ditetapkan di pasar. Ketika harga batu bara naik, kecuali regulator menaikkan harga listrik, tidak masuk akal secara ekonomi bagi pembangkit listrik batu bara untuk tetap memasok listrik.

Akibatnya, banyak pembangkit kemudian mencoba menghindari kerugian dengan mengaku mengalami kerusakan teknis atau gagal membeli batu bara yang mereka butuhkan untuk menjalankan kegiatan mereka.

Namun, akar masalah dari krisis yang terjadi bukan hanya hal ini, tapi lebih kepada serangkaian salah langkah yang dilakukan pemerintah dalam mengambil kebijakan dan intervensi pasar setelah awal pandemik. Krisis tersebut telah membuat ketergantungan China pada batu bara makin menjadi, bahkan ketika pangsa pasar energi terbarukan dan nuklirnya terus meningkat.

Di tengah gangguan ini, Foreign Policy melaporkan bahwa output industri September China mengalami penurunan. Ini adalah penurunan pertama kalinya sejak China mulai pulih dari penguncian (lockdown) untuk mengatasi pandemik COVID-19.

Kondisi ini telah diperparah oleh banjir yang terjadi di awal Oktober di provinsi Shanxi, China utara, yang merupakan salah satu daerah penghasil batu bara utama China.

Menurut Channel News Asia, sedikitnya 60 tambang batu bara di provinsi itu telah ditutup sementara karena banjir. Tetapi, sekarang semua tambang, kecuali empat tambang saja, telah kembali beroperasi normal, kata pejabat manajemen darurat setempat Wang Qirui pada konferensi pers Selasa (12/10/2021).

2. Lebanon

Editorial Team

Tonton lebih seru di