Ilustrasi Tambang (IDN Times/Aditya Pratama)
Lebih dari setengah provinsi China telah melakukan penjatahan listrik selama beberapa minggu terakhir, mengganggu kehidupan sehari-hari puluhan juta orang. Lift telah dimatikan, jam buka toko telah dipersingkat, dan pabrik harus mengurangi hari operasional dan konsumsi daya. Beberapa provinsi bahkan dilaporkan mengalami pemadaman total.
Ini adalah krisis listrik terburuk yang dihadapi China dalam satu dekade. Penyebab langsungnya adalah China masih sangat bergantung pada batu bara, yang menyokong 70 persen pembangkit listrik negara itu.
Harga listrik yang dibayarkan ke pembangkit diatur oleh pemerintah pusat, sedangkan harga batu bara ditetapkan di pasar. Ketika harga batu bara naik, kecuali regulator menaikkan harga listrik, tidak masuk akal secara ekonomi bagi pembangkit listrik batu bara untuk tetap memasok listrik.
Akibatnya, banyak pembangkit kemudian mencoba menghindari kerugian dengan mengaku mengalami kerusakan teknis atau gagal membeli batu bara yang mereka butuhkan untuk menjalankan kegiatan mereka.
Namun, akar masalah dari krisis yang terjadi bukan hanya hal ini, tapi lebih kepada serangkaian salah langkah yang dilakukan pemerintah dalam mengambil kebijakan dan intervensi pasar setelah awal pandemik. Krisis tersebut telah membuat ketergantungan China pada batu bara makin menjadi, bahkan ketika pangsa pasar energi terbarukan dan nuklirnya terus meningkat.
Di tengah gangguan ini, Foreign Policy melaporkan bahwa output industri September China mengalami penurunan. Ini adalah penurunan pertama kalinya sejak China mulai pulih dari penguncian (lockdown) untuk mengatasi pandemik COVID-19.
Kondisi ini telah diperparah oleh banjir yang terjadi di awal Oktober di provinsi Shanxi, China utara, yang merupakan salah satu daerah penghasil batu bara utama China.
Menurut Channel News Asia, sedikitnya 60 tambang batu bara di provinsi itu telah ditutup sementara karena banjir. Tetapi, sekarang semua tambang, kecuali empat tambang saja, telah kembali beroperasi normal, kata pejabat manajemen darurat setempat Wang Qirui pada konferensi pers Selasa (12/10/2021).