Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ada Praktik Manipulasi Omzet UMKM, Ditjen Pajak Bakal Rombak Aturan
ilustrasi pembayaran pajak motor (IDN Times/Arief Rahmat)

Intinya sih...

  • Wajib pajak memanfaatkan celah regulasi untuk keuntungan pribadi

  • Pemerintah bakal revisi sejumlah aturan terkait PPh final 0,5 persen

  • Revisi aturan diharapkan dorong kebijakan tepat sasaran dan perpanjangan tarif final 0,5 persen hingga 2029

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengungkapkan, praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak pengguna skema Pajak Penghasilan (PPh) final 0,5 persen. Padahal, tarif pajak ini seharusnya hanya diperuntukkan bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebagai upaya meringankan beban pajak dan mendorong pertumbuhan usaha kecil.

Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto mengatakan, pihaknya menemukan praktik bunching, yaitu menahan omzet yang seharusnya dilaporkan. Selain itu, terindikasi pula praktik firm splitting, yakni pemecahan usaha oleh pengusaha besar agar tetap bisa memanfaatkan tarif PPh final 0,5 persen.

Praktik ini jelas merugikan negara karena mengurangi penerimaan pajak yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan layanan publik.

"Ada beberapa praktik dari wajib pajak yang mendapat fasilitas PPh final 0,5 persen, dengan melakukan praktek bouncing atau menahan omzet dan melakukan praktek firm splitting atau pemecahan usaha," ujarnya dalam rapat dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (17/11/2025).

1. Manfaatkan celah regulasi untuk keuntungan pribadi

ilustrasi pajak (IDN Times/Aditya Pratama)

Menurut Bimo, temuan ini menunjukkan sebagian wajib pajak mencoba memanfaatkan celah regulasi untuk keuntungan pribadi, meskipun sebenarnya skema PPh final 0,5 persen dirancang untuk mendukung UMKM.

Kemenkeu menegaskan akan menindak tegas praktik penghindaran pajak ini. Selain itu, juga memperkuat mekanisme pengawasan agar skema PPh final 0,5 persen tepat sasaran.

2. Bakal revisi sejumlah aturan

Rapat Kerja Dirjen Pajak bersama Komisi XI. (Dok/Istimewa).

Pemerintah saat ini tengah menyiapkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 untuk menutup celah penyalahgunaan aturan. Di samping itu, Bimo juga mengusulkan perubahan Pasal 57 ayat 1 dan 2 dalam PP tersebut agar wajib pajak yang menyalahgunakan aturan dapat dikecualikan.

“Untuk itu, kami mengusulkan perubahan pada Pasal 57 ayat 1 dan ayat 2 di Bab 10 terkait pengaturan ulang subjek PPh final 0,5 persen bagi wajib pajak dengan peredaran bruto tertentu, dengan mengecualikan wajib pajak yang berpotensi menggunakan aturan ini sebagai sarana penghindaran pajak atau praktik anti-avoidance,” tutur Bimo.

3. Revisi aturan diharapkan dorong kebijakan tepat sasaran

ilustrasi undang-undang (IDN Times/Aditya Pratama)

Selain itu, pemerintah juga menyiapkan penyesuaian definisi peredaran bruto melalui revisi Pasal 58 PP 55/2022. Penyesuaian ini bertujuan untuk menutup celah yang selama ini memungkinkan sebagian wajib pajak besar memanfaatkan tarif PPh final 0,5 persen secara tidak semestinya.

Dalam usulan revisi, seluruh peredaran bruto, baik yang dikenai PPh final, nonfinal, maupun penghasilan dari luar negeri akan dijadikan dasar penentuan status wajib pajak dengan peredaran tertentu (WP PBT). Dengan kata lain, pemerintah ingin memastikan perhitungan batasan omzet dilakukan secara agregat, sehingga wajib pajak yang secara keseluruhan telah melampaui batasan omzet UMKM tidak lagi bisa memanfaatkan tarif PPh final 0,5 pesen.

"Supaya kebijakan lebih tepat sasaran, kami menemukan banyak indikasi wajib pajak yang masih bisa memanfaatkan tarif PPh final 0,5 persen, padahal secara agregat, total peredaran bruto konsolidasinya sudah melebihi threshold yang ditetapkan," ucapnya.

4. Perpanjangan tarif final 0,5 persen hingga 2029

ilustrasi bayar pajak (IDN Times/Aditya Pratama)

Di sisi lain, pemerintah tetap memperhatikan aspirasi dunia usaha. Para pelaku UMKM meminta agar insentif berupa tarif final 0,5 persen tetap berlaku untuk mendorong pertumbuhan usaha kecil dan menengah. Pemerintah menanggapi permintaan ini dengan memperpanjang masa pemberlakuan tarif hingga pertengahan 2029, sambil memastikan mekanisme pengawasan yang lebih ketat.

Pemerintah berencana merevisi Pasal 59 PP 55/2022, sehingga jangka waktu penggunaan tarif PPh final dihapuskan, memberikan kepastian hukum bagi UMKM yang patuh. Selain itu, revisi PP ini juga memasukkan ketentuan baru yang sejalan dengan standar internasional, termasuk penambahan Pasal 20A. Pasal ini mengatur biaya suap, gratifikasi, serta sanksi administrasi dan pidana tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, sebagai bagian dari upaya transparansi dan antikorupsi.

Bimo menambahkan, rapat harmonisasi regulasi telah dilakukan bersama Kementerian Hukum pada 22–24 Oktober 2025. Saat ini, draft revisi PP 55/2022 sudah berada di Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk diajukan kepada Presiden, menandai tahap akhir sebelum kebijakan baru resmi diberlakukan.

Editorial Team