Adopsi Aturan FCTC Ancam Target Pertumbuhan Ekonomi Prabowo

Intinya sih...
- Kemenkes mengadopsi FCTC pada Rancangan Permenkes sebagai aturan turunan PP 28/2024, tapi cacat hukum karena FCTC tidak diratifikasi oleh Indonesia.
- Rancangan Permenkes diprediksi akan menjadi beban tambahan bagi pemerintahan baru Prabowo-Gibran dan melenceng dari UU Kesehatan.
Jakarta, IDN Times - Pakar kebijakan publik dan ahli hukum menilai keputusan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam mengadopsi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) sebagai aturan turunan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan (PP 28/2024) cacat hukum. Hal itu lantaran FCTC tidak diakui dan diratifikasi oleh Indonesia.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI), Trubus Rahadiansyah menyatakan, dampak dari Rancangan Permenkes yang mematok FCTC sebagai acuan perumusan aturannya akan menjadi beban tambahan bagi pemerintahan baru Prabowo-Gibran.
Padahal masih banyak pekerjaan rumah (PR) harus dilakukan oleh pemerintahan baru, termasuk PP 28/2024 yang dianggap melenceng jauh dari Undang-Undang (UU) Kesehatan.
“Banyak aturan yang bertentangan dengan UU Kesehatan-nya sendiri. Padahal PP (28/2024)-nya itu seharusnya tidak boleh keluar dan melebihi dari mandat UU Kesehatan, mestinya hanya bisa menerjemahkannya menjadi aturan teknis. Selain itu, aturan turunan tersebut tidak boleh menambah klausul dan norma baru, yang mana di UU Kesehatan-nya sendiri tidak ada aturan tersebut,” tutur Trubus dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (18/10/2024).
1. Rancangan Permenkes tidak tepat untuk industri tembakau RI
Trubus mengatakan, kebijakan tersebut tidak tepat untuk dijalankan dalam industri tembakau yang berkontribusi besar terhadap serapan tenaga kerja dan perekonomian Indonesia.
Dia menyarankan agar pemerintahan baru untuk memberikan perlindungan terhadap keberlangsungan tenaga kerja di Indonesia terutama di tengah terjadinya deflasi di lima bulan beruntun.
“Seharusnya pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terkait seluruh pengaturan industri tembakau. Industri ini perlu didukung untuk menyerap tenaga kerja yang besar guna menekan angka deflasi. Ini yang semestinya menjadi perhatian pemerintah, khususnya pemerintahan baru,” kata Trubus.
Saat ini industri tembakau telah dibebani oleh lebih dari 480 aturan yang mencakup aturan fiskal dan non-fiskal. Banyak di antara aturan tersebut yang tidak memiliki pengawasan jelas atau implementasi mumpuni. Hal ini menyebakan industri tembakau legal semakin tertekan dan justru membuat peredaran rokok ilegal semakin meningkat.
2. Alasan Indonesia tidak meratifikasi FCTC
Sementara itu, Ahli Hukum Universitas Trisakti, Ali Ridho mengungkapkan, ada alasan besar mengapa Indonesia tidak meratifikasi FCTC. Hal itu karena Indonesia merupakan salah satu negara produsen tembakau yang terbesar dan memiliki banyak rantai pasok industri domestik yang terdampak.
Mengutip teori dalam buku Nicotine War, Ali menyatakan regulasi yang restriktif terhadap industri tembakau merupakan salah satu intervensi lembaga antitembakau asing guna untuk terus mendorong agenda ratifikasi FCTC di Indonesia.
Dengan demikian, Ali menilai PP 28/2024 maupun Rancangan Permenkes dinilai inkonstitusional dan berpotensi merugikan banyak sektor yang terkait dengan industri tembakau di dalam negeri.
“Haram hukumnya FCTC menjadi rujukan. Aturan (PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes) yang dibuat jelas kontradiktif (terhadap UU Kesehatan) dan mengacu pada FCTC. Ini merupakan pembangkangan terhadap konstitusi,” kata Ali.
3. Mengganggu target pertumbuhan ekonomi 8 persen Prabowo-Gibran
Maka dari itu, Ali menegaskan apabila PP Nomor 28/2024 dan Rancangan Permenkes ini tidak dikaji ulang, maka akan berdampak signifikan ke banyak hal. Salah satunya terhadap target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen yang dicanangkan pemerintahan baru Prabowo-Gibran.
“Setiap presiden punya kepentingan ketatanegaraannya sendiri-sendiri, sesuai dengan program prioritasnya, jadi saya berharap pemerintahan baru dapat mengakomodir dan berpihak ke industri tembakau,” kata Ali.