Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam Workshop Proses Aksesi Indonesia dalam OECD. (Dok/Istimewa).
Kendati demikian, Airlangga mengatakan ada sejumlah tantangan untuk menjadi anggota OECD.
"Tantangannya tentu benchmarking regulasi kepada best practice. Dan tentu saja untuk membawa seluruh kementerian berada dalam frekuensi yang sama. Dan itu tentu selama ini kita melakukan sinkronisasi dari harmonisasi Undang-Undang Cipta Kerja dan bagaimana implikasi operasionalisasinya," katanya.
Pemerintah pun menargetkan Indonesia mampu menjadi anggota resmi dari OECD dalam tiga tahun mendatang. Hingga saat ini, sudah ada 38 negara yang mendukung Indonesia masuk dalam OECD.
Untuk itu, segala perencanaan teknis harus dipersiapkan termasuk mengintegrasikan standar-standar OECD dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan bekerja sama dengan pelaku usaha.
“Tetapi itu adalah target internal agar seluruh stakeholder bisa bekerja bersama-sama, dan terlibat untuk dalam proses aksesi, baik itu dalam standar praktis dan juga akan melibatkan pihak Kadin, Apindo, dan pihak swasta dan seluruh stakeholder,” kata Airlangga.
Indonesia saat ini pun tengah berfokus untuk menyusun ‘Initial Memorandum’ sebagai pemenuhan standar dan syarat keanggotaan penuh OECD.
Initial Memorandum mencakup 26 sektor dalam steering commitee OECD. Memorandum yang disusun antara lain dari sektor keuangan, ekonomi, antikorupsi, persaingan sehat, consumer policy, digital ekonomi, hingga kebijakan teknologi.
“Kami mengintegrasikan rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang nasional. Dan tentunya implementasi OECD ini akan melanjutkan reformasi struktural yang dilakukan Indonesia yang diawali dengan Omnibus Law of Job Creation. Di dalam implementing regulation-nya tentu kita melihat best practice yang dilakukan berbagai negara termasuk di dalam OECD,” ujarnya.