TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Dear Pemerintah, New Normal Tidak Hanya Soal Protokol Kesehatan

Hati-hati menerapkan new normal agar tujuan utama tercapai

Ilustrasi untung rugi (IDN Times/Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times - Indonesia bakal menghadapi era new normal atau kenormalan baru secara bertahap. Pemerintah menyatakan akan menerapkan hal itu agar laju perekonomian dapat kembali bangkit di tengah pandemik COVID-19.

Ekonom Indef Bhima Yudistira mengingatkan dalam menerapkan new normal, pemerintah jangan hanya sekadar mengimbau soal protokol kesehatan tetapi juga menyediakan segala fasilitas bagi masyarakat agar new normal dapat berjalan lancar.

Apa saja yang perlu disiapkan pemerintah?

Baca Juga: IHSG Pekan Depan Diprediksi Menguat, New Normal Jadi Sentimen Positif

1. Hati-hati menerapkan new normal agar tujuan untuk memulihan ekonomi tidak menjadi masalah

Ilustrasi rugi (IDN Times/Arief Rahmat)

Menurut Bhima, new normal versi pemerintah Indonesia berbeda dengan yang dijalankan di negara yang berhasil menurunkan kurva positif COVID-19 seperti Vietnam. Bhima mengatakan Vietnam wajar masuk fase new normal setelah lockdown dilonggarkan karena angka kematiannya 0.

Sementara di Indonesia, penanganan COVID-19 dan kedisiplinan masyarakat dinilai masih belum optimal.

"PSBB juga tidak disiplin bagaimana mau masuk new normal? Misalnya rencana fase pusat perbelanjaan dilonggarkan. Padahal kelas menengah atas yang menjadi konsumen di mal sangat peduli soal keselamatan dirinya. Nanti kalau mal jadi epicentrum penyebaran baru covid justru blunder ke pemulihan ekonomi," ucapnya kepada IDN Times, Senin (1/6)..

Untuk itu, Bhima mengatakan agar new normal berjalan sesuai dengan tujuannya untuk memulihkan perekonomian, pemerintah harus memastikan grafik penyebaran COVID-19 mengalami penurunan. "Bukan malah menyebabkan gelombang kedua seperti flu Spanyol tahun 1918 lalu."

2. Pertimbangkan kepercayaan konsumen dan kondisi ekonomi masyarakat

(Ilustrasi pertumbuhan ekonomi) IDN Times/Arief Rahmat

Selanjutnya, Bhima menilai tingkat kepercayaan konsumen masih rendah apalagi jika pemerintah menerapkan new normal di saat penanganan terkait COVID-19 masih rendah. Hal ini, kata dia, bisa menyebabkan pertumbuhan ekonomi di akhir tahun terpuruk di minus 0,4 persen hingga minus 2 persen.

"Belum lagi di kuartal III tidak ada event besar seperti Lebaran, Natal, tahun baru juga belum bisa meningkatkan demand," kata dia.

Selain itu, Bhima menggarisbawahi gelombang PHK karena kurangnya stimulus pemerintah dan inkonsistensi kebijakan kesehatan menjadi. "Ini menjadi salah satu faktor tahun ini situasi ekonomi berat sekali," lanjutnya.

Bhima mengatakan dampak negatif lainnya dari penerapan new normal di Indonesia yakni biaya kesehatan bisa membengkak. Hal ini akan merugikan masyarakat dan kondisi perekonomian mereka terpuruk, apalagi di tengah kenaikan iuran BPJS kesehatan.

Baca Juga: Haruskah Sekolah dan Kampus Terapkan New Normal Pandemik Virus Corona?

(Skenario new normal di Indonesia) IDN Times/Sukma Shakti

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya