TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

ADB Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia jadi 5,2 Persen

Pertumbuhan ekspor Indonesia masuk kategori stabil

ilustrasi. Para karyawan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja di Sukoharjo, Jawa Tengah, pada 2019. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha

Jakarta, IDN Times — Asian Development Bank (ADB) menaikkan prakiraan pertumbuhan ekonomi untuk Indonesia menjadi 5,2 persen tahun ini, karena permintaan dalam negeri yang bagus dan pertumbuhan ekspor yang stabil.

Revisi proyeksi tersebut diberikan dalam Asian Development Outlook (ADO) Supplement yang dirilis hari ini, Kamis (21/7/2022). Angkanya naik dari prakiraan ADB sebelumnya pada April sebesar 5 persen.

"Revisi prakiraan pertumbuhan dalam edisi tambahan dari publikasi ternama ADB ini juga selaras dengan naiknya proyeksi pertumbuhan Asia Tenggara. Untuk kawasan ini ADB kini memproyeksikan pertumbuhan 5 persen pada 2022, naik dari proyeksi pada bulan April sebesar 4,9 persen," kata Direktur ADB untuk Indonesia, Jiro Tominaga, pada Kamis (21/7/2022).

Baca Juga: Sentimen The Fed Jadi Biang Kerok Melemahnya Rupiah atas Dolar AS

1. Proyeksi ADB pada 2023

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Laporan ini memperkirakan inflasi di Indonesia akan lebih tinggi tahun ini sebesar 4 persen dibandingkan dengan proyeksi ADB pada bulan April sebesar 3,6 persen, akibat tingginya harga komoditas. Untuk 2023, ADB memproyeksikan perekonomian Indonesia akan tumbuh 5,3 persen dan inflasi mencapai 3,3 persen.

“Kegiatan ekonomi di Indonesia terus berangsur normal, sedangkan infeksi COVID-19 masih terkendali, terlepas dari naikknya jumlah kasus belakangan ini,” kata Jiro. 

Baca Juga: Deretan Negara di Asia yang Diprediksi Bernasib Sama dengan Sri Lanka

2. Peningkatan inflasi tekan daya beli rumah tangga

Ilustrasi Inflasi. IDN Times/Arief Rahmat

Peningkatan inflasi, kata Jiro, menurunkan daya beli rumah tangga. Tetapi tingginya harga sejumlah komoditas ekspor utama mendatangkan keuntungan berupa penghasilan ekspor dan pendapatan fiskal.

"Sehingga memungkinkan pemerintah untuk memberi bantuan di tengah kenaikan harga pangan, listrik, dan bahan bakar, sambil tetap mengurangi defisit anggaran,” ujarnya.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya