TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

4 Temuan ICW Beberkan Kejanggalan Kartu Prakerja 

Satu platform bisa beda harga pelatihan

Ilustrasi Kartu Prakerja (IDN Times/Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkap fakta baru dalam program Kartu Prakerja andalan Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Ada sejumlah temuan mereka, mulai dari kejanggalan soal standar harga pelatihan dan komisi bagi mitra, hingga dugaan afiliasi politik platform digital maupun lembaga pelatihan dengan pemerintah.

"Temans, program Prakerja masih ramai menjadi perbincangan publik. Kita sama-sama tahu program ini sangat problematis, mulai dari angkap peran antara platform digital dengan lembaga pelatihan, hingga dugaan afiliasi politik dari mitra2 yg melaksanakan program Prakerja," tulis ICW dalam akun Twitternya, Rabu (17/6).

Apa saja temuan ICW terkait Kartu Prakerja? Berikut penjelasannya.

Baca Juga: Usai Banjir Kritik, Kini Program Prakerja Punya Tandingan! 

1. Tidak ada standar harga yang jelas untuk konten pelatihan

Macam-macam konten yang ditawarkan dalam program Kartu Prakerja/ prakerja.go.id

ICW juga menemukan kejanggalan soal standar harga pelatihan di platform mitra Kartu Prakerja. Berdasarkan temuan ICW, ternyata ada beberapa jenis pelatihan yang serupa tapi beda harga.

"Istilahnya satu atap, beda pintu.#prakerja," tulis ICW di akun Twitternya.

Bukan hanya itu, menurut penelusuran ICW ada pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga yang sebenarnya masih dalam satu naungan. Namun harga pelatihannya dipatok berbeda.

"Misalnya, pelatihan menulis CV oleh Skill Academy (SA) dan Imam Usman, salah satu pendiri ruang guru. Menariknya, meskipun platform digital dan pemberi pelatihan memberikan materi yang serupa, tapi harga pelatihannya berbeda. SA Rp.135.000 dan Iman Rp168.000."

ICW juga menyebut tidak adanya standar harga terlihat dari pelatihan tentang desain grafis. ICW menemukan, harga untuk materi desain grafis berbeda-beda, mulai dari Rp227.000 hingga Rp1.000.000.

2. Tidak ada standar komisi yang jelas untuk para platform mitra

Twitter/@antikorupsi

Temuan ICW yang selanjutnya adalah soal standar komisi yg tidak jelas. Komisi yang dimaksud adalah keuntungan yang akan diterima oleh para mitra Kartu Prakerja, dari setiap pelatihan yang diikuti peserta. 

Besaran komisi itu, menurut ICW, tidak diatur dengan jelas. Permenko No 3/2020 yang mengatur soal Kartu Prakerja hanya menyebut para mitra dapat mengambik "komisi yang wajar".

Akhirnya besaran komisi yang diambil tergantung masing-masing platform digital. ICW mencontohkan PD Maubelajarapa yang menginfokan ada biaya administrasi pemasaran sebesar 20 persen dari tiket kelas yang terjual.

"Sayangnya informasi mengenai biaya di 7 platform digital lainnya tidak tersedia. Sehingga kita gak tau berapa persen komisi yang mereka ambil. Kemudian persoalan ketiga adalah, pengalaman lembaga pelatihan dalam Kartu Prakerja"

3. Ada lembaga yang tidak berpengalaman dalam memberikan pelatihan

Twitter/@antikorupsi

Terlepas dari itu, ICW juga mempertanyakan pengalaman dua lembaga dalam menyelenggarakan pelatihan baik online maupun offline. Lembaga pertama adalah Boleh Dicoba Digital. Dari hasil pengecekan ICW, layanan Boleh Dicoba Digital terkait e-commerce web development, digital marketing, campaign optimizing, strategy & digital advertisement.

Kedua, BLK Komunitas Ponpes Al-Aitaam, lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dari tingkat taman kanak-kanak hingga politeknik. Kedua lembaga tersebut, menurut ICW, tidak memiliki pengalaman dalam menyelenggarakan pelatihan kerja baik online maupun offline.

Baca Juga: Mengurai Polemik Program Kartu Prakerja Andalan Jokowi

4. Ada tiga platform yang diduga punya afiliasi politik dengan pemerintah

Ilustrasi Kartu Pra Kerja (IDN Times/Arief Rahmat)

Tiga platform tersebut yakni Ruangguru, Vokraf dan Amithya Institute. Berikut rinciannya:

Ruangguru

Ruangguru merupakan induk dari Skill Academy yang merupakan mitra platform resmi Kartu Prakerja. Ruangguru didirikan oleh Adamas Belva dan Iman Usman.

Belva merupakan mantan Staf Khusud Presiden Jokowi. Ia mengundurkan diri pasca masifnya informasi terkait potensi konflik kepentingan Belva sebagai Stafsus Presiden dengan posisinya sebagai Direktur Utama PT Ruang Raya Indonesia.

Vokraf

Nama Vokraf sendiri mungkin cukup asing di telinga masyarakat dibanding Skill Academy. Bukannya tanpa alasan lembaga tersebut tidak begitu dikenal.

Lembaga pelatihan yang berfokus pada peningkatan kapasitas individu untuk sektor industri kreatif ini baru didirikan pada 28 Agustus 2019. Grand launching Vokraf dilakukan pada 21 Februari 2020.

Sedangkan, nota kesepahaman pemerintah dengan para platform dilakukan pada Maret 2020.

Di sisi lain, ICW mengungkapkan bahwa pendiri Vokraf, Fina Silmi Febriyani merupakan bagian dari tim direktorat konten kampanye Presiden Jokowi sejak Januari 2018 hingga 2019. Keterangan itu ada pada laman linkedin-nya.

Amithya Institute

Amithya Institute merupakan bagian dari Amithya Hotels and Resort. Amithya Institute adalah lembaga pelatihan yang memberikan keterampilan dan pendidikan di bidang perhotelan dan jasa boga.

Amithya Institute berlokasi di Surabaya, Jawa Timur, yang peresmiannya pada 9 Maret 2020 dan dihadiri Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Prawansa.

CEO Amithya Institute, Rucita Permatasari atau Chita Choo merupakan calon anggota legislatif tahun 2019 DPRD Provinsi Jatim dari Partai Golkar. Rucita juga merupakan Bendahara Partai Golkar Jawa Timur.

Baca Juga: Dugaan Afiliasi Politik dalam Program Kartu Prakerja Andalan Jokowi

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya