Hippindo: Bagi Ritel, Pandemik COVID-19 Lebih Sulit dari Krisis 98
Ritel yang tidak punya toko online, pendapatan zero
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Ketua Dewan Penasehat Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Handaka Santosa mengakui pandemik COVID-19 menjadi masa paling sulit, khususnya untuk sektor ritel. Selama tiga bulan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), pengusaha ritel merugi.
"Masa ini lebih sulit dari (krisis) 98. Bagaimana kita bisa saling mendukung anatara pengusaha mal, ritel, pemerintah pusat dan daerah. Ini kita harapkan," ujarnya dalam Ngobrol Seru bareng IDN Times dengan tema 'New Normal, Bisnis Ritel Pasca-Pandemik COVID-19', Kamis (18/6).
Baca Juga: Hancur Lebur Nasib Ritel Pakaian di 2020 akibat Banjir dan COVID-19
1. Pendapatan pengusaha ritel bisa tergerus hingga 0
Handaka menceritakan pendapatan penjualan sebuah toko secara rata-rata di kondisi normal bisa mencapai Rp5 miliar. Dari jumlah tersebut, margin profit-nya adalah 25 persen atau Rp1,25 miliar. Jumlah itu masih harus dikurangi untuk membayar gaji, pajak reklame hingga Pajak Bumi Bangunan (PBB).
"Kalau average 8 persen itu Rp400 juta. Kalau sales-nya tinggal 10 persen tinggal Rp500 juta. Proftinya itu kita hanya dapat uang di tangan Rp125 juta jadi untuk membayar sewa... Apalagi kalau toko hanya di Jakarta, tidak punya online. Bayangin pendapatnya zero," jelas CEO SOGO tersebut.
Baca Juga: Mendag: Pendapatan Bisnis Ritel Turun Rp12 Triliun 2 Bulan Terakhir