TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Luhut Akui Indonesia Paling Ribet untuk Berbisnis

Dia mengandalkan Omnibus Law Cipta Kerja sebagai solusi

IDN Times/Hana Adi Perdana

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengakui bahwa Indonesia merupakan negara paling kompleks untuk berbisnis. Hal itu dipicu oleh banyak regulasi yang mempersulit prosedur bisnis.

Kendati peringkat Ease of Doing Business (EoDB) Indonesia sudah meningkat, angka prosedur bisnis masih menunjukkan nilai yang stagnan dan lebih rumit dibandingkan negara ASEAN lainnya. Luhut menglaim Omnibus Law Cipta Kerja bisa menjadi solusi dari permasalahan tersebut.

Hal itu diungkapkan Luhut dalam forum "Tri Hita Karana Forum Partners Dialogue: Indonesia New Omnibus Law for Better Business Better World" yang dihadiri oleh wakil dari berbagai perusahaan anggota International Chamber of Commerce.

“Saat ini, Omnibus Law (Cipta Kerja) sedang dalam tahap finalisasi dan harus sudah diimplementasikan pada bulan Februari tahun 2021. Diharapkan, melalui Omnibus Law, pemerintah dapat meningkatkan iklim investasi di Indonesia, menyederhanakan persyaratan investasi, melakukan reformasi pajak, serta mendorong perdagangan internasional,” kata Luhut dalam keterangan resminya, Selasa (1/12/2020).

Baca Juga: Jokowi Banggakan Omnibus Law di World Economic Forum

1. Luhut ungkap pentingnya peran Omnibus Law

Infografis UU Cipta Kerja Usai Ketuk Palu (IDN Times/Arief Rahmat)

Luhut mengungkapkan pentingnya Omnibus Law ini dalam membangun iklim usaha yang baik di Indonesia. Menurut dia, aturan tersebut akan mendorong peningkatan lapangan kerja 

“Dengan dibuatnya Omnibus Law, pemerintah bertujuan  untuk menciptakan bisnis yang lebih baik di Indonesia, agar pendirian usaha menjadi semakin mudah, dan pada akhirnya akan membuka lapangan pekerjaan,” ujar dia.

2. Luhut klaim masyarakat mulai menerima kebijakan Omnibus Law Cipta Kerja

Aksi penolakan Omnibus Law. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Kendati Omnibus Law ini sempat menimbulkan kontroversi dan penolakan dari masyarakat, Luhut mengklaim bahwa saat ini masyarakat sudah lebih tenang dan mau menerima kebijakan tersebut.  Di sisi lain, Luhut menambahkan bahwa Indonesia bertekad untuk mengurangi carbon melalui program carbon pricing.

“Saat ini, Indonesia memiliki 75-80 persen carbon credit dunia yang berasal dari hutan, bakau, lahan gambut, lamun, dan terumbu karang. Indonesia memegang peranan besar dalam hal ini dan ditargetkan pada tahun 2030 kita sudah bisa beradaptasi dan melakukan mitigasi terhadap climate change,” jelas Luhut.

Baca Juga: Fakta-fakta Kemudahan Bisnis dan Investasi di RI yang Tertinggal Jauh

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya