Bukan Tiket, Sumber Pendapatan Terbesar MRT Ternyata dari Iklan!
MRT raup laba bersih hingga Rp70 Miliar
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - PT MRT Jakarta meraup laba bersih Rp60-70 miliar dalam sembilan bulan pertama mereka beroperasi sejak Maret 2019 kemarin. William mengatakan pendapatan terbesar MRT Jakarta sebesar Rp225 miliar berasal dari pendapatan non-farebox atau non-tiket, di antaranya iklan.
"Tahun ini dengan empat potensi pendapatan yang kita punya, dikurangi pengeluaran Rp940 miliar, maka laba kita Rp60-70 miliar," kata Direktur Utama MRT Jakarta Willam Sabandar dalam pemaparan yang disampaikan di kantornya, Gondangdia, Jakarta, Rabu (27/11).
"Ini belum diaudit karena laporan keuangan kita per Maret sejak beroperasi Maret lalu," imbuhnya.
Apa saja yang masuk ke dalam unsur pendapatan non-farebox? Selain sumber terbesar itu, dari mana lagi sumber pendapatan MRT sehingga bisa meraih laba sebesar itu?
Baca Juga: Inovasi di MRT Jakarta: Ada Ruang Baca, Kamu Bisa Pinjam Buku, Gratis!
1. Pendapatan terbesar MRT Jakarta berasal dari non-tiket termasuk iklan dan penamaan stasiun
Pendapatan non-tiket ini mencakup periklanan sebesar 55 persen dari total pendapatan atau Rp123,75 miliar. Selain itu masih ada sumber dari naming rights atau hak penamaan stasiun sebesar 33 persen atau Rp74,25 miliar, telekomunikasi sebesar 2 persen atau Rp4,5 miliar, serta sisanya dari retail dan UMKM sebesar 1 persen.
"Untuk naming rights ada stasiun Lebak Bulus Grab, Blok M BCA, Istora Mandiri, Setiabudi Astra dan Dukuh Atas BNI," kata William.
Baca Juga: Gandeng Jepang, Proyek MRT Bundaran HI-Ancol Dimulai 2020