TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah Pengamen Tanpa Empat Jari yang Sukses Jadi Pemilik Toko Gitar 

Berawal dari pengamen, kini sukses bisnis toko gitar sendiri

Mantan pengamen yang sukses jadi pemilik toko gitar, Tonny Mahardika (Dok. OVO)

Jakarta, IDN Times - Keterbatasan yang kita punya bukan untuk disesali dan terus diratapi. Begitulah kata yang tepat untuk Tonny Mahardika, seorang mantan pengamen jalanan yang kini menjadi pemilik toko gitar asli buatan Indonesia, RMG, Rock Music Kedoya.

Berbagai rintangan dalam hidupnya, tidak membuat Tonny patah arang. harus kehilangan empat jarinya saat bekerja di sebuah pabrik metal pada 2004 silam. Bagaimana kisah suksesnya hingga menjadi seperti sekarang?

Baca Juga: Dari Kaki Lima hingga Mancanegara, Ini Kisah Sukses Kebab Baba Rafi

1. Empat jarinya putus terpotong mesin

Mantan pengamen yang sukses jadi pemilik toko gitar, Tonny Mahardika (Dok. OVO)

Tony awalnya bekerja di sebuah perusahaan metal pada 2004. Dua tahun bekerja, kejadian nahas menimpa dirinya. Ia harus rela kehilangan empat jari tangannya yang terputus oleh mesin.

"Tonny berusaha keras mengalahkan trauma yang membekas. “Saya harus meng-encourage diri saya bahwa diri saya itu berharga,” kata Tonny lewat keterangan tertulis dari OVO, Selasa (9/2/2021).

Baca Juga: Kisah Sukses Perajin Tembaga, Omzet hingga Rp80 Juta Sebulan

2. Menjadi pengamen hingga menjual spare part motor

Siar dengan bengkel motor custom-nya (IDN Times/Indah Permata Sari)

Setelah berhasil bangkit dari peristiwa nahas tersebut, di tahun 2008 Tonny mengamati banyak terjadinya pengurangan karyawan, dan memutuskan menjadi seorang pengamen, terlepas dari keterbatasan fisiknya kini. “Ketika ngamen, saya merasa nyaman,” kenang Tonny.

Suatu hari, ia menemukan brosur yang menjual motor dengan harga murah. “Di situ saya pikir, sudah pasti angkutan umum bakal hilang. Apa yang musti saya kerjakan?,” pikirnya.

Ia kemudian beralih haluan menjadi pedagang suku cadang motor. Dengan gigih ia naik-turun kereta, memanggul dan menjajakan onderdil dari bengkel ke bengkel yang ada di sekitar stasiun.

Ketika di 2014 mulai bermunculan kompetitor importir yang mendatangkan suku cadang langsung dari negara-negara produsen dengan harga yang lebih murah, Tonny menghitung ada sekitar Rp40 juta total nilai stok usahanya yang tidak terjual. Modal yang dimilikinya hanya tersisa Rp1,2 juta.

“Tapi saya pikir ya sudah lah, saya coba. Dulu juga pas waktu pengamen juga bisa kok. Masa sekarang saya sudah punya motor, saya gak bisa?” katanya.

Baca Juga: Kisah Eks Pencuci Piring yang Sukses Jadi Konglomerat Dunia

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya