Mengenal Predatory Pricing, Praktik yang Dibenci Jokowi
Awalnya kamu bisa untung tapi lama-lama jadi buntung
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Presiden Joko 'Jokowi' Widodo membenci praktik predatory pricing yang banyak ditemukan di platform e-commerce. Hal itu diungkapkan oleh Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi yang menceritakan awal kisah itu dibuat dalam artikel World Economic Forum tentang pertumbuhan industri fashion hijab di Indonesia.
Singkat cerita ada pedagang hijab dengan 3 ribu pekerja dan gaji keseluruhan mencapai 650 dolar AS atau Rp10 miliar. Namun data itu terekam oleh artificial intelligence atau kecerdasan buatan salah satu e-commerce dari luar negeri.
"Ketahuan bentuknya warna, bentuknya, harga berapa, terekam, dibuat di negara luar, datang ke Indonesia dilakukan dengan spesial diskon yang saya katakan dalam istilah perdagangan predatory pricing. Masuk ke Indo harga Rp1.900, gimana kita bisa bersaing?" ungkapnya.
Lalu, apa sih yang dimaksud predatory pricing dan apa dampaknya buat pasar dan kamu sebagai pelanggan? Berikut penjelasannya.
Baca Juga: Terungkap, Ini Cerita Predatory Pricing yang Bikin Jokowi Kesal
1. Menyingkirkan pesaing dengan harga murah
Predatory pricing atau tarif predator adalah praktik di mana penjual menetapkan harga yang sangat rendah sehingga pemasok atau penjual lain tidak dapat bersaing dan terpaksa keluar dari pasar.
Dilansir dari Price Intelligently, perusahaan yang melakukan praktik semacam ini akan merugi di awal, tetapi pada akhirnya, perusahaan tersebut diuntungkan dengan mendorong pesaingnya keluar dari pasar dan menaikkan harga lagi. Praktik tarif predator ini seringkali mengakibatkan terbentuknya monopoli yang mengendalikan kekuatan pasar dalam jangka waktu yang lama.
Baca Juga: KPPU Terus Awasi Potensi Predatory Pricing Diskon Tarif Ojek Online
Baca Juga: Bela UMKM, Mendag Siap Libas Praktik Predatory Pricing