TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

RUU Larangan Minuman Beralkohol Berpotensi Tumbuhkan Pasar Gelap

CIPS kritik RUU ini gak sentuh masalah utama

Ilustrasi Satpol PP lakukan sidak dan menemukan salah satu penyewa menjual minuman beralkohol tetap buka saat PSBB (ANTARA/Livia Kristianti)

Jakarta, IDN Times - Studi Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menemukan bahwa lih-alih mengurangi keinginan seseorang untuk mabuk, Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol berpotensi memfasilitasi tumbuhnya pasar gelap minuman beralkohol.

“Bahaya minuman oplosan dan pasar gelap akibat pelarangan juga penting untuk dipikirkan alih-alih melakukan pelarangan lewat RUU ini,” kata Peneliti CIPS Pingkan Audrine Kosijungan dalam keterangan tertulis, Kamis (9/12/2021).

Baca Juga: Ada RUU Minuman Beralkohol, Ini Daftar Prolegnas Prioritas 2021

1. Minuman beralkohol ilegal telan banyak korban

ilustrasi minuman beralkohol (unsplash.com/Anete Lusina)

Riset CIPS juga menyebut minuman beralkohol ilegal juga justru banyak memakan korban yang jumlahnya terus meningkat. Dari 149 orang pada tahun 2008-2012 menjadi 487 orang pada tahun 2013-2016.

"Pantauan media oleh CIPS menunjukkan sebanyak 1,086 orang tewas mulai 2008 hingga akhir 2020 akibat minuman oplosan. Sementara 655 lainnya harus dirawat," ujar Pingkan.

Baca Juga: MUI: RUU Minuman Alkohol Manfaatnya untuk Indonesia, Bukan Islam Saja

2. Konsumsi alkohol di Indonesia rendah tapi jumlah tokonya makin meningkat

minuman beralkohol (pixabay.com/Pexels)

Data WHO menunjukkan bahwa konsumsi alkohol di Indonesia terbilang rendah, hanya 0,8 liter per kapita dan didominasi oleh konsumsi alkohol illegal dan oplosan sebanyak 0,5 liter per kapita dan sebanyak 0,3 liter lainnya merupakan konsumsi alkohol legal.

Namun penelitian CIPS menunjukkan bahwa jumlah toko minuman beralkohol meningkat lebih dari 75 persen dibandingkan tahun 2010. "Ketika itu minuman beralkohol masih legal dan banyak tersedia dengan harga terjangkau," ujar Pingkan.

3. Potensi peningkatan jumlah peminum di bawah umur

Ilustrasi Minuman Beralkohol (IDN Times/Arief Rahmat)

CIPS juga menyorot potensi meningkatnya jumlah peminum di bawah umur yaitu yang berusia di bawah usia 21 tahun, akibat maraknya penjualan minuman beralkohol secara daring.

Potensi peningkatan ini didasarkan pada lemahnya pengawasan atas mekanisme pembelian lewat platform daring. Ketiadaan kepastian hukum dari segi regulasi serta data akurat mengenai besarnya pasar penjualan daring minuman beralkohol, dan juga banyaknya jenis platform daring semakin mempersulit pengawasan.

Baca Juga: Kenaikan Harga Rokok Bisa Bikin Warga Beralih ke Rokok Ilegal

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya