TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

E-Commerce Bisa Ramai-ramai Pindah ke Medsos, Mengapa?

Selain kena pajak, e-commerce disyaratkan berbadan hukum

IDN Times/Arief Rahmat

Jakarta, IDN Times - Para pelaku bisnis e-commerce dikhawatirkan bakal berbondong-bondong pindah ke media sosial. Dalam PP Nomor 80/2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), pelaku bisnis dalam perdagangan elektronik harus berbadan hukum dan menjadi pengusaha kena pajak.

"Ini akan mendorong mereka beralih menggunakan media sosial. Tentunya akan lebih sulit lagi pemerintah untuk mengidentifikasi para pelaku bisnis dalam perdagangan elektronik dan seberapa besar 'kue'-nya (keuntungan)," ujar Direktur Program INDEF Esther Sri Astuti dalam keterangan tertulis, Senin (9/12).

Baca Juga: Pertumbuhan E-Commerce Indonesia Meningkat Tajam, Siapa di Posisi Teratas?

1. Digital economy perlu diregulasi

IDN Times/Sukma Mardya Shakti

Namun demikian, kata Esther, digital economy memang perlu diregulasi. Sebab, selama ini database tentang pelaku bisnis dalam perdagangan elektronik sulit diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Tidak ada database berupa identifikasi pelaku bisnis, produk yang diperjualbelikan, segmentasi pasar, volume dan nilai transaksi perdagangan.

"Perdagangan elektronik tampak seperti bola liar, hanya penyedia platform saja yang mengetahui detail berapa besar kue digital economy. Selama ini mereka belum mau berbagi data dengan pemerintah karena masalah trust dan takut kena pajak," katanya.

2. E-commerce membuka lapangan kerja sektor informal

IDN Times/Sukma Mardya Shakti

Jika dikaitkan dengan peningkatan kesempatan kerja, kata Esther, transaksi perdagangan elektronik akan membuka kesempatan kerja di sektor informal lebih banyak. Digital economy mempekerjakan sebagian besar wanita dan masyarakat Indonesia bagian timur.

Pada 2018, sektor transportasi meningkatkan kesempatan kerja (employment) sebesar 17 persen. Kontribusi digital economy dalam sektor perdagangan, restoran dan akomodasi sebesar 4,96 persen. Total kontribusi digital ekonomi terhadap PDB Indonesia 2018 adalah Rp 814 trilliun US$ 56.4 miliar atau 5,5 persen dari PDB.

"Digital economy juga meningkatkan nilai tambah manufaktur sebesar Rp100 trlliun. Tetapi, produk lokal yang diperjualbelikan dalam e-commerce hanya 25 persen dari total nilai transaksi," jelasnya.

3. Malaysia juga akan menerapkan pajak digital

Ilustrasi Penerimaan Pajak (IDN Times/Arief Rahmat)

Seperti halnya pemerintah Indonesia yang meregulasi transaksi perdagangan elektornik, pemerintah Malaysia pun akan mengenakan 6 persen pajak digital atas layanan digital untuk penjualan dan service tax legislation. Kebijakan di Malaysia akan dimulai pada 1 januari 2020 mendatang.

"Tetapi dampaknya masih akan kita lihat setelah penerapan digital tax ini," ujarnya.

Baca Juga: Rambah E-Commerce, Pemasok Ritel Kesulitan Layani Order Eceran

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya