TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Harga Cabai Semakin 'Pedas', Ternyata Ini Penyebabnya

Sejumlah daerah mengalami inflasi karena harga cabai meroket

IDN Times/Daruwaskita

Jakarta, IDN Times - Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Rusli Abdullah mengatakan, salah satu alasan kenaikan harga cabai di berbagai daerah adalah kurangnya pasokan dan suplai yang terbatas akibat musim kemarau.

"Itu karena suplainya terbatas, karena produksi yang belum optimal," kata Rusli seperti dikutip dari Antara, Minggu (14/7).

Baca Juga: Akibat Harga Cabai Meroket, Inflasi Juni Capai 0,55 Persen

1. Produksi cabai terhambat musim kemarau

IDN Times/Daruwaskita

Rusli mengatakan, produksi cabai yang terhambat oleh musim kemarau menyebabkan pasokan terganggu. Apalagi saat ini belum ada penciptaan varietas unggulan yang tahan terhadap perubahan iklim serta inovasi pada cara tanam.

Dalam kondisi ini, ia berharap ada upaya untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap cabai segar dan mulai menggunakan cabai bubuk atau sambal olahan. Dengan demikian, produksi yang melimpah pada musim panen dapat terserap menjadi produk tahan lama.

"Jadi pemerintah harus mendorong masyarakat agar mereka lebih bisa adaptif terhadap cabai olahan," kata Rusli.

2. Tanaman hortikultura juga rusak saat musim kemarau

IDN Times/Daruwaskita

Dalam kesempatan terpisah, pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia Kudhori mengatakan, kondisi gagal panen atau rusaknya tanaman saat kemarau tidak hanya dialami cabai, namun juga tanaman hortikultura lainnya.

"Ini seperti tanaman hortikultura yang lain, kalau ada gangguan di level budidaya dalam bentuk perubahan iklim pasti dampaknya di panen. Ketika terjadi anomali atau penyimpangan iklim cuaca itu juga bukan hanya soal air, karena berbarengan dengan hama dan penyakit," ujarnya.

Baca Juga: Harga Sentuh Rp83.000/kg, Warga Sumsel Diminta Hemat Penggunaan Cabai

3. Petani takut merugi bila menanam cabai di musim kemarau

IDN Times/Daruwaskita

Namun, menurut dia, para petani seharusnya bisa mengantisipasi datangnya musim kemarau. Sebab, BMKG secara rutin mengumumkan perkiraan iklim per tiga bulan sekali agar tidak terjadi kendala di daerah yang selama ini menjadi basis produksi cabai.

Peneliti Center for Indonesia Policy Studies (CIPS) Galuh Octania menambahkan penyebab lain minimnya produksi cabai adalah ketakutan para petani untuk menanam di musim kemarau yang berkepanjangan, karena potensi gagal panen.

Menurut dia, pihak-pihak terkait harus bisa belajar dari kesalahan masa lalu karena siklus ini terjadi tiap tahun. Apalagi pola kemarau seperti saat ini dapat membuat produksi sejumlah komoditas pangan utama menjadi berkurang.

"Kementerian Pertanian harus meyakinkan petani untuk dapat menanam di luar musim kemarau. Jadi manfaatkan semaksimal mungkin menanam di luar musim kemarau, sebelum datangnya musim kemarau," katanya.

4. Kementan mengklaim stok cabai merah masih memadai

IDN Times/ M. Idris

Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Suwandi menyatakan stok cabai merah masih memadai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan pasokan khusus bagi Jakarta per harinya mencapai 80 ton, yang diperoleh dari beberapa daerah di Jawa.

Namun, ia mengakui produksi di tingkat petani belum optimal, karena beberapa sentra petani di Jawa baru memasuki panen ke tiga, padahal tanaman cabai dapat dipanen antara 16-28 kali dengan masa tanam hingga lima bulan.

"Sudah ada panen pertama, kedua, dan ketiga, tapi belum tumbuh. Nanti awal Agustus sudah melimpah," kata Suwandi.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kenaikan harga cabai terutama cabai merah di berbagai daerah menjadi salah satu pemicu terjadinya laju inflasi pada Juni 2019 sebesar 0,55 persen.

Baca Juga: Harga Cabai Rawit di Bantul Masih 'Pedas'

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya