TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Petani Gula Tuntut HPP Naik, Pemerintah Diminta Tekan Biaya Produksi

Tingkat rendemen gula di Indonesia masih rendah

pexels.com/PIxabay

Jakarta, IDN Times - Petani gula kembali menuntut kenaikan harga pokok penjualan (HPP) gula. Namun, kali ini angka yang diajukan berubah dari Rp10.500 menjadi Rp10.900. Pertimbangan dari perubahan angka tersebut didasarkan pada perkembangan terbaru biaya pokok produksi (BPP) gula pasir di tingkat petani.

1. Kenaikan biaya produksi tanpa peningkatan kualitas akan merugikan pengusaha

marketeers.com

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman mengatakan, tuntutan tersebut sebenarnya tidak akan membawa kondisi yang lebih baik bagi seluruh pelaku industri gula dan juga konsumen secara umum. Walaupun demikian, lman menjelaskan, tuntutan petani untuk menaikkan HPP hal yang wajar. Sebab, mereka harus menyesuaikan dengan tingginya biaya produksi.

"Wajar apabila petani menuntut HPP untuk disesuaikan dengan biaya produksi. Akan tetapi, kenaikan biaya produksi tanpa disertai kualitas gula yang lebih baik justru akan merugikan pengusaha pengguna gula sebagai bahan produksi, seperti industri makan dan minuman. Pada akhirnya, industri-industri ini akan menaikkan harga produk mereka yang juga dikonsumsi oleh rumah tangga termasuk petani gula,” kata Iman dalam keterangan tertulis, Kamis (11/4).

2. Pemerintah diminta fokus pada restrukturasi biaya produksi

ipsnews.net/Nasseem Ackbarally

Menurut Iman, penerapan HPP merupakan sebuah tantangan. Sebab, operasi pasar tidak serta merta akan membuat harga sesuai dengan HPP secara konsisten. Selain itu, supervisi pelaksanaannya cukup sulit.

"Sebaiknya fokus pemerintah bukan mengubah HPP, namun lebih ke restrukturasi biaya produksi industri gula," ungkapnya.

Baca Juga: Sinergi Petani Kentang Pangalengan dan Pelaku Usaha Atasi Harga

3. Revitalisasi pabrik harus diutamakan

ipsnews.net/Nasseem Ackbarally

Iman menilai, industri gula saat ini dihadapkan pada pabrik-pabrik yang cukup tua. Selain itu, tidak memiliki skala keekonomian yang optimal untuk memproduksi gula dalam harga yang terjangkau. Oleh sebab itu, revitalisasi pabrik dan tindakan-tindakan lain yang sifatnya membantu menurunkan biaya produksi industri gula lebih diutamakan.

"Hal ini di antaranya subsidi tertarget kepada petani, mekanisasi dan pelatihan praktik tanam yang baik," kata Iman.

4. Tingkat rendemen gula di Indonesia masih rendah

phys.org

Iman mengatakan, tingkat rendemen gula Indonesia masih terbilang rendah yaitu sebesar 7,5 persen. Angka tersebut jauh di bawah Filipina yang sebesar 9,2 persen dan Thailand sebesar 10,7 persen.

"Fakta ini menandakan perlunya optimisasi kinerja pabrik gula domestik agar dapat bekerja lebih efisien untuk menghasilkan gula dalam biaya yang lebih rendah," kata Iman.

Baca Juga: Bisa Tembus Rp300 ribu, Petani Nganjuk Jual Porang Hanya Rp6.000

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya