TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah Pebisnis Rumah Kos Cari Strategi Hadapi Pandemik

Potong harga kost, hapus biaya iuran, dan juga sewa bulanan

Kos Bunda milik Suraia (Foto: Instagram Kos Bunda)

Banda Aceh, IDN Times - Sejak kasus positif COVID-19 ditemukan di Indonesia awal 2020 lalu, berbagai sektor sosial dan ekonomi digempur hantaman keras. Pembatasan sosial, termasuk aktivitas bisnis. Tak hanya perusahaan bisnis besar saja, usaha kecil menengah yang dikelola secara mandiri masyarakat juga keok dengan kehadiran virus tersebut.

Salah satu aktivitas ekonomi masyarakat yang terdampak adalah bisnis indekos alias kos-kosan. Para pemilik jasa penyewaan penginapan ini pun mengaku harus terseok-seok untuk tetap tegak berdiri.

Kos Bunda di kawasan Kota Banda Aceh milik Suraia salah satunya. Suraia memiliki 42 kamar kost di tiga lokasi dalam wilayah Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar yang dilabeli dengan nama Kos Bunda. Kos-kosan yang dikhususkan untuk kaum hawa ini telah dijalankan Suraia tak lama setelah tsunami melanda Aceh.

Kos Bunda 1 memiliki 21 kamar, sedangkan Kos Bunda 2 ada 15 kamar. Letak dua kost ini berada di kawasan Limpok, Kecamatan Darussalam, Aceh Besar. Sementara Kos Bunda 3 berada di kawasan Gampong Pineung, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh.

Lantas, apa saja strategi Suraia untuk bertahan selama pandemik? Begini kisahnya.

Baca Juga: Cerita Petani Minahasa dan Pebisnis AS Bawa Vanilla Indonesia Mendunia

1. Awal pandemik tidak begitu berdampak, namun beberapa bulan penyewa kost baru sepi

Kos Bunda milik Suraia (Foto: Instagram Kos Bunda)

Suraia mengatakan pada awal pandemik melanda Aceh pada Maret 2020 lalu, bisnis kos miliknya belum terasa begitu terdampak. Sebab, 42 kamar kos yang ia kelola masih dihuni oleh mahasiswa.

"Jadi di awal pandemik alhamdulillah kost kita belum berpengaruh," kata Suraia, saat dijumpai di kediamannya.

Beberapa bulan pandemik mewabah, aktivitas kampus pun mulai banyak yang dihentikan. Ketika memasuki tahun ajaran baru masa perkuliahan, semua kelas dilakukan secara virtual. Alhasil, tidak adanya mahasiswa lama maupun baru yang masuk kampus.

"Memasuki tahun ajaran baru bulan tujuh, itu baru terasa. Ada beberapa anak lama yang pindah mungkin ke kos yang agak lebih murah. Itu maklumlah karena tidak ditinggali juga," ujarnya.

Baca Juga: Tanpa Modal Awal, Bisnis Serum Tanaman Ini Laku Ribuan Botol per Detik

2. Penyewa turun hingga 50 persen karena tidak ada aktivitas kampus

Mahasiswa Universitas Syiah Kuala (Dok. Dialeksis.com)

Kos Bunda 1 dan 2 milik Suraia, letaknya berada di kawasan lingkar Komplek Kota Pelajar Darussalam, Banda Aceh. Tentunya sudah pasti para penyewa kost-kostan milik ibu empat anak ini didominasi para mahasiswa.

Kampus yang berhenti melakukan aktivitas akademis secara tatap muka membuat pendapatan Suraia dari usahanya turun drastis hingga lebih 50 persen. Jika pun ada, hanya beberapa mahasiswa yang sedang menyelesaikan tugas akhir, skripsi.

"Terus memasuki tahun ajaran baru, kita juga sempat tidak ada mahasiswa baru. Sekitar 50 persen itu kosong. Mahasiswa lama juga tidak balik karena tidak kuliah," tutur Suraia menceritakan.

"Ada yang di kos itu lebih ke mahasiswa lama yang menjelang akhir, skripsi, jadi harus tetap di kampus," imbuhnya.

3. Memberikan potongan harga, membebaskan iuran tahunan, hingga penyewaan secara bulanan

Kos Bunda milik Suraia (Foto: Instagram Kos Bunda)

Kos-kosan milik Suraia sebelumnya hanya disewakan dengan sistem tahunan. Dia juga menerapkan biaya iuran untuk sampah, WiFi, dan juga air yang dibayar sekali dalam satu tahun. Dengan kondisi saat ini, sistem tersebut terpaksa diubahnya. Tentunya kebijakan itu diambil Suraia agar bisnis kos-kosannya tetap mendapatkan konsumen dan tetap berjalan.

"Jadi yang saya lakukan untuk menahan anak-anak kos saya supaya tidak pindah mencari kos baru atau kos yang lebih murah, saya memberi diskon," ungkapnya.

Suraia melakukan pemotongan biaya penyewaan kos hingga Rp1 juta per kamar dari harga normal. Sementara iuran tahunan, seperti WiFi dipatok Rp35 ribu, air Rp50 ribu, sampah Rp10 ribu, terpaksa dihapuskannya.

Tak hanya itu, ia juga memberikan keringanan berupa pembayaran uang penyewaan secara cicil atau bisa dibayar secara bertahap hingga beberapa kali. Selain itu, kost yang biasanya diharuskan sewa per tahun kini bisa disewa per bulan.

"Kan kita ngerti juga ini masa-masa sulit semua," ucapnya.

Baca Juga: Kisah Pengamen Tanpa Empat Jari yang Sukses Jadi Pemilik Toko Gitar 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya