TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Anies Sebut Perlu Review Tarif Tol, Ini Kata Pelaku Logistik

Perlu ada koordinasi dengan BUJT dan ATI

Ilustrasi jalan tol (IDN Times/Aris Darussalam)

Jakarta, IDN Times - Pelaku industri logistik memandang perbedaan tarif tol untuk kendaraan komersial/logistik dan nonkomersial/nonlogistik (pribadi) bisa dilakukan.

Namun, hal tersebut perlu melalui koordinasi cukup intens dengan pihak swasta, yakni Badan Usaha Jalan Tol (BUJT), Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI), serta pemerintah, dalam hal ini Badan Pengatur Jalan Tol Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (BPJT Kementerian PUPR).

Senior Consultant Supply Chain Indonesia (SCI), Sugi Purnoto menjelaskan bahwa saat ini penerapan tarif jalan tol di Indonesia terbagi menjadi tiga golongan. Golongan I merupakan kendaraan sedan, jip, pick up atau truk kecil, dan bus. Sementara Golongan II terdiri atas kendaraan truk besar dua dan tiga gandar (kendaraan Golongan II dan III), sedangkan Golongan III untuk kendaraan truk besar empat dan lima gandar (kendaraan Golongan IV dan V)

"Supaya tidak banyak golongan dan supaya tarif tol bisa lebih hemat sekarang tarif tol berubah menjadi tiga golongan saja, yaitu, yang pertama adalah golongan satu termasuk kendaraan pribadi atau nonlogistik. Kemudian yang kedua, itu golongan dua dan golongan tiga dijadikan satu tarif. Kemudian yang berikutnya, golongan empat dan golongan lima yang trailer itu, dijadikan satu tarif," tutur Sugi ketika dihubungi IDN Times, Senin (15/1/2024).

1. Penyatuan tarif tol untuk golongan II dan III

Jalan Tol Cikopo-Palimanan (Cipali). (IDN Times/Inin Nastain)

Jika ingin tarif tol bagi kendaraan logistik turun, maka salah satu solusi yang diambil adalah dengan menyatukan tarif Golongan II dan III. Sugi mengatakan, penyatuan tarif itu bisa dilakukan dengan mengacu pada tarif bawah, bukan tarif atas.

Dengan demikian, tarif tol Golongan II dan III mengacu pada harga yang sudah ditetapkan untuk Golongan II agar tidak ada kenaikan tarif dari sisi kendaraan Golongan II dan III.

"Golongan II dan III serta Golongan IV dan V itu harus dijadikan satu. Ketika dijadikan satu tarif, tentu tarifnya tidak menggunakan yang atas, tapi menggunakan yang bawah, bukan secara rata-rata. Kalau dihitung kemudian secara rata-rata, maka tarif yang ada di Golongan II akan naik dan tarif yang di Golongan IV dan V akan turun, tapi kalau dimasukkan ke dalam Golongan II dan III, maka IV dan V mengikuti golongan bawahnya, bakal turun. Secara total, tarif juga akan turun. Ada yang sama, ada yang turun, tapi tidak akan naik," beber Sugi.

2. Komunikasi dengan BUJT

ilustrasi Tol Trans-Jawa (ANTARA FOTO/Zabur Karuru)

Namun, penyatuan tarif itu diyakini Sugi, perlu banyak melewati proses sebelum benar-benar bisa direalisasikan. Salah satunya berkoordinasi dengan BUJT yang mengelola dan mengoperasikan jalan tol.

Hal tersebut menurut Sugi sangat perlu dilakukan bagi calon presiden (capres) baik dari nomor urut 1, 2, maupun 3 yang punya visi menurunkan biaya logistik di Indonesia.

"Kalau calon presiden, baik dari nomor urut 1, nomor urut 2, nomor urut 3 yang akan mengemas ini, maka ini harus dikomunikasikan kembali kepada badan pengelola jalan tol dan operator jalan tol atau asosiasi jalan tol. Sekalipun presidennya menentukan itu diturunkan, tetapi kalau pengusahanya sudah menghitung-hitung karena di semua pengusaha jalan tol ini, mereka mengoperasikan tolnya masing-masing," kata Sugi.

Sugi mencontohkan Jalan Tol Trans Jawa yang dikelola dan dioperasikan oleh beberapa BUJT seperti PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT Lintas Marga Sedaya, PT Semesta Marga Raya, PT Pejagan Pemalang Tol Road, PT Trans Marga Jateng, dan lainnya.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya