TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pemerintah Persilakan Pengusaha Gugat Aturan Pajak Hiburan ke MK

Pemerintah siap menerima apapun hasil gugatan pengusaha

Sekretaris Kemenko Perekonomian, Susiwijono Moegiarso (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Jakarta, IDN Times - Kementerian Koordinator bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) mempersilakan pengusaha mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ketentuan tarif pajak hiburan 40-75 persen di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

JR tersebut bisa dilakukan para pengusaha jika ingin membatalkan ketentuan dalam UU HKPD tersebut dan mengembalikan aturan lama yang tanpa minimum pajak alias 0 persen.

"Wacananya pelaku usaha menginginkan semacam penurunan atau kembali ke tarif lama. Itu skemanya memang harus melalui judicial review karena undang-undang ini kan sudah ada dan sudah berlaku" tutur Sekretaris Kemenko Perekonomian, Susiwijono Moegiarso saat ditemui di Artotel Suites Jakarta, Kamis (25/1/2024).

"Undang Undangnya 2022 di Januari yang lalu. Transisinya dua tahun sehingga berlaku di Januari 2024," imbuh dia.

Baca Juga: Ada Insentif, Kenaikan Pajak Hiburan Disebut Gak Ganggu Investasi

1. Pemerintah akan menerima hasil judicial review

Gedung Mahkamah Konstitusi (IDN Times/Rachma Syifa Faiza Rachel)

Dalam kesempatan tersebut, Susiwijono menegaskan bahwa pemerintah akan menerima apapun keputusan MK dalam gugatan yang diajukan oleh para pengusaha.

"Pemerintah juga sangat menghormati kalau memang pengusaha mau ke sana, monggo. Itu kan memang hak dari pelaku usaha dan silakan nanti kalau proses MK hasilnya apapun ya kita mengikuti itu," kata dia.

Baca Juga: Awal Mula Muncul Tarif Minimal Pajak Hiburan yang Diprotes Pengusaha

2. Pemerintah siapkan insentif fiskal buat pengusaha

ilustrasi pajak dan retribusi (IDN Times/Aditya Pratama)

Kendati ada penolakan dari pengusaha, pemerintah siap memberikan insentif fiskal sebagai imbas kenaikan tarif pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) atas hiburan yang dikenakan minimal 40 persen dan maksimal 75 persen bertujuan memudahkan investasi.

Pemberian insentif fiskal atas kenaikan tarif PBJT dilakukan lewat dua skema. Pertama, seperti tercantum dalam Pasal 101 UU HKPD yang menyatakan bahwa gubernur/bupati/wali kota dapat memberikan insentif fiskal kepada pelaku usaha di daerahnya. Insentif fiskal tersebut, di antaranya berupa pengurangan, keringanan, dan pembebasan, atau penghapusan pokok pajak, pokok retribusi, dan/atau sanksinya.

Skema kedua berupa diskon alias potongan 10 persen Pajak Penghasilan (PPh) badan bagi entitas industri hiburan yang akan ditanggung pemerintah (DTP). Menurut Susiwijono, pemberian insentif tersebut diharapkan bisa membuat iklim investasi di RI terganggu.

"Pemerintah kan ingin supaya investasi tetap tinggi, makanya ada dua skema tadi. Pemerintah memberikan insentif supaya tidak terlalu naik (pajaknya)," ujarnya.

3. Kenaikan pajak hiburan bisa ganggu investasi

Menteri Investasi dan Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia didampingi Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Gibran, Rosan Roeslani di Djakarta Theater. (IDN Times/Santi Dewi)

Apa yang disampaikan Susiwijono tersebut menanggapi pernyataan dari Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia terkait kenaikan tarif pajak hiburan bisa mengganggu iklim investasi di RI.

"Rasa-rasanya begitu (mengganggu) investasi, tapi buktinya baru akan diterapkan kan. Belum saya lihat, tapi feeliing saya akan berdampak kurang pas," kata Bahlil, dikutip dari ANTARA.

Bahlil menambahkan, kenaikan pajak hiburan yang ditetapkan pemerintah atau dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) cukup mahal. Dia khawatir tidak ada investor yang mau masuk dengan tingginya tarif pajak tersebut.

"Menurut saya yang dulu pernah merasakan fasilitas pajak hiburan, mahal juga. Gak ada orang yang masuk kalau mahal begini," ucapnya.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya