TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Rekomendasi IA-CEPA untuk Tingkatkan Investasi SDM di Indonesia

Investasi universitas Australia di Indonesia bisa jadi kunci

Dok.BKPM

Jakarta, IDN Times - Sektor pendidikan tinggi menjadi salah satu fokus yang coba dikerjasamakan dalam perjanjian Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA).

Hal itu sebagai upaya kedua negara untuk meningkatkan investasi sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang masih belum banyak menyentuh pendidikan tinggi atau universitas.

Adapun dalam mewujudkan tujuan tersebut, IA-CEPA mengusung konsep powerhouse atau poros kekuatan yang artinya menggunakan bahan mentah dari Australia untuk komoditas eskpor manufaktur Indonesia atau sebaliknya.

Tujuannya agar IA-CEPA bisa menargetkan pasar regional dan dunia ketimbang hanya fokus pada perdagangan antara Indonesia dan Australia.

"Sektor pendidikan tinggi kami pikir siap menjalankan konsep education powerhouse. Dalam hal ini universitas-universitas Australia menyediakan layanan mereka di kampus-kampus Indonesia yang tidak hanya bagi mahasiswa Indonesia, melainkan juga dari negara lainnya," kata Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Andree Surianta, dalam webinar di Youtube CIPS, Jumat (9/4/2021).

Baca Juga: Positif! Hubungan Dagang RI-Swiss akan Meningkat dengan IE-CEPA

Baca Juga: Lewat Perjanjian CEPA, RI Bidik Perdagangan Rp282 Triliun dari Korsel

1. Sektor pendidikan tinggi sangat berperan dalam ekonomi Australia

Suasana Sydney, Australia (IDN Times/Shemi)

Pemilihan sektor pendidikan tinggi untuk meningkatkan investasi SDM Indonesia melalui IA-CEPA bukannya tanpa alasan.

Andree menjelaskan, pendidikan tinggi atau universitas-universitas di Australia memiliki peran besar dalam pendapatan ekspor Negeri Kanguru tersebut.

Pandemik COVID-19 kemudian memberikan pukulan lumayan keras terhadap pendapatan ekspor Australia mengingat adanya pengurangan dari sisi penerimaan mahasiswa-mahasiswa asing.

"Pada 2019, pendidikan internasional menyumbang 40,3 miliar dolar AS terhadap ekonomi Australia. COVID-19 membuat pendidikan internasional hanya menyumbang 37,5 miliar dolar AS atau ada penurunan 2,8 miliar dolar AS," ungkap Andree.

Namun, lanjut Andree, sektor pendidikan tinggi Australia mendapatkan sedikit pemulihan lewat pendapatan sebesar 1,4 miliar dolar AS dari bayaran kuliah online para mahasiswa asing.

"Mahasiswa internasional masih bayar kuliah meskipun harus kuliah dari rumah masing-masing," katanya.

Kendati begitu, sektor pendidikan Australia diprediksi Andree belum akan kembali pulih mengingat adanya kebijakan Menteri Pendidikan Australia Alan Tudge yang melarang mahasiswa internasional kembali ke Australia setidaknya hingga 2022 nanti.

"Ini yang kemudian membuat belajar remote akan sedikit bergejolak dan ini penting karena sektor edukasi adalah ekspor terbesar Australia nomor empat dan universitas menampung 46 persen mahasiswa internasional yang kebanyakan datang dari negara-negara di Asia," terang dia.

2. SDM Indonesia yang mengenyam pendidikan tinggi masih memprihatinkan

Ilustrasi kuliah online. IDN Times/Candra Irawan

Sementara itu, peningkatan SDM di Indonesia sangat dibutuhkan guna memiliki insan-insan yang mampu bersaing secara global dan berimbas pada peningkatan perekonomian dalam negeri.

Andree merincikan bahwa saat ini hanya ada 16 persen masyarakat Indonesia dalam usia kuliah yang benar-benar memasuki universitas. Jumlah yang sedikit itu juga hanya fokus kuliah di dalam negeri dan hanya satu persen saja kuliah di luar negeri.

Ini kemudian yang bisa menjadi celah bagi IA-CEPA untuk membuat kerja sama antara Indonesia dan Australia.

"Australia mendapatkan banyak keuntungan dari pelajar Indonesia. Australia menjadi destinasi nomor satu pelajar Indonesia untuk kuliah di luar negeri, meskipun tiap tahunnya hanya menerima 10 ribu mahasiswa. Indonesia menjadi negara nomor tujuh penyumbang mahasiswa internasional terbanyak di Australia," jelas Andree.

3. Rekomendasi IA-CEPA untuk sektor pendidikan tinggi dalam rangka peningkatan investasi SDM Indonesia

monash.edu

IA-CEPA pun telah memiliki rekomendasi kebijakan yang bisa jadi pertimbangan bagi pemerintah Indonesia dan Australia dalam meningkatkan investasi SDM melalui sektor pendidikan tinggi.

"Dengan dilarangnya mahasiswa internasional untuk masuk ke Australia, maka universitas di negara tersebut perlu menemukan alternatif untuk mengakomodasi pasar terbesarnya, Asia, termasuk Indonesia," tutur Andree.

Caranya adalah dengan mulai membuka layanan-layanan pendidikan tinggi Australia di Indonesia, seperti misalnya membuka atau mengoperasikan Monash University sebagai salah satu institusi pendidikan favorit Australia di bumi pertiwi.

"Australia punya reputasi yang bagus sebagai negara destinasi pendidikan mahasiswa Indonesia, tetapi diperlukan upaya untuk lebih meluaskannya lagi ke pasar masyarakat Indonesia melalui pengoperasian universitas atau kampus di Indonesia," papar Andree.

Sementara bagi Indonesia, pekerjaan rumah alias PR yang mesti dikerjakan adalah dengan meningkatkan market size pelajar yang ingin kuliah. Andree menilai, market size 16 persen masih terlalu kecil dan kurang menarik bagi Australia untuk bisa membuka layanan pendidikan tingginya di Indonesia.

"Maka dari itu perlu bagi Indonesia untuk meningkatkan jumlah pelajar dalam negeri dan luar negeri di domestik karena potensinya ada dan sangat besar. Dengan begitu akan menguntungkan baik universitas lokal maupun internasional," ujar Andree.

Selain itu, lanjut Andree, universital lokal bisa dapat lebih banyak mahasiswa dan semakin banyak mahasiswa tersebut, maka semakin besar pula universitas internasional atau dari Australia berpeluang untuk berinvestasi di Indonesia.

Baca Juga: Mendag: Target Perdagangan RI-Tiongkok Naik 3 Kali Lipat di 2024

Andree kemudian meminta pemerintah Indonesia untuk belajar dari Malaysia yang sejak lebih dari satu dekade silam sudah menjalankan inisiatif pengoperasian universitas asing di wilayahnya sendiri.

"Pada 2006, Malaysia mulai membuka sektor pendidikan tingginya dan mengundang unversitas asing dari luar negeri untuk beroperasi di negaranya. Universitas dari Eropa, Amerika, dan Australia kemudian mulai beroperasi di Malaysia," katanya.

Inisiatif itu kemudian memberikan benefit bagi semua pihak yang terlibat, baik mahasiswa lokal, mahasiswa internasional, dan universitas internasional.

Bagi mahasiswa lokal, kata Andree, mereka bisa punya pilihan untuk kuliah di universitas internasional di negaranya sendiri.

Sementara bagi universitas internasional, mereka dapat meningkatkan kualitas dengan tetap mempertahankan ketertarikan kepada para mahasiswa lokal dan juga bisa mendapatkan pendapatan ekstra serta peluang rekrutmen yang lebih besar dari mahasiswa internasional.

"Kemudian, mahasiswa internasional yang kuliah di Malaysia melalui universitas asing bisa mendapatkan biaya hidup murah bila dibandingkan jika mereka harus kuliah di tempat universitasnya berasal dan tetap mengenyam kualitas pendidikan yang baik. Dari sini, yang menjadi pemenang jelas adalah Negara Malaysia," jelas dia.

Kebijakan itu membuat Malaysia menjadi eksportir eduksi terbesar nomor sembilan pada 2014 dengan menarik lebih dari 100 ribu pelajar internasional tiap tahunnya.

4. Mengikuti jejak kesuksesan Malaysia

Ilustrasi Menara Petronas, Kuala Lumpur, Malaysia (IDN Times/Santi Dewi)

Baca Juga: IA CEPA Resmi Berlaku, Bea Masuk Produk RI ke Australia Kini Dihapus

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya