TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

TikTok dan WeChat Segera Diblokir, Tiongkok Tuduh AS Lakukan Bullying

Mulai besok, WeChat tak bisa lagi diakses di AS

Presiden Xi Jinping tiba untuk sidang pembuka Konferensi Permusyawaratan Kongres Rakyat Nasional di Balai Agung Rakyat di Beijing, Tiongkok, pada 22 Mei 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Carlos Garcia Rawlins

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Tiongkok mengungkapkan kegeramannya setelah Amerika Serikat memutuskan melarang download aplikasi TikTok dan memblokir aplikasi pesan instan WeChat. Kementerian Perdagangan Tiongkok, lewat sebuah pernyataan resmi yang dirilis pada Sabtu (19/9/2020), menuding Washington telah melakukan bullying.

"Tiongkok meminta Amerika Serikat untuk menghentikan bullying, menyudahi semua tindakan yang keliru dan secara jujur menjaga aturan dan tata tertib internasional yang adil serta transparan," kata Kementerian Perdagangan Tiongkok, seperti dilansir AFP.

Beijing pun seperti mengirimkan sinyal bahwa pihaknya takkan tinggal diam. "Jika Amerika Serikat bersikeras memaksakan kehendak, Tiongkok akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna melindungi hak-hak dan kepentingan sah dari perusahaan-perusahaan Tiongkok," lanjut Kementerian tersebut.

Baca Juga: Publik AS Gak Bisa Unduh TikTok dan WeChat Mulai 20 September

1. Pemerintahan Donald Trump mengeluarkan peraturan untuk dua aplikasi asal Tiongkok itu

Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Brady Press Briefing Room di Gedung Putih, Washington, Amerika Serikat, pada 10 September 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Kevin Lamarque

Pada Jumat (18/9/2020), Amerika Serikat mengeluarkan peraturan yang secara spesifik menyasar dua aplikasi asal Tiongkok itu. Gedung Putih berkali-kali mengklaim perlu mengambil tindakan tegas, sebab ada ancaman keamanan nasional yang muncul dari TikTok dan WeChat.

Dalam peraturan tersebut, WeChat tidak akan bisa digunakan lagi oleh warga di Amerika Serikat mulai Minggu, 20 September 2020. Sementara, pengguna TikTok dilarang mengunduh pembaruan apa saja baik di Playstore maupun Appstore, tetapi masih bisa mengakses aplikasi itu hingga 12 November mendatang.

2. Trump tidak puas dengan kesepakatan antara TikTok dan Oracle

Ilustrasi TikTok. IDN Times/Arief Rahmat

Drama antara TikTok dan pemerintah Amerika Serikat sudah berlangsung selama kurang lebih setahun terakhir. Sejak pertengahan tahun ini, Trump mengancam akan memblokir aplikasi milik perusahaan Tiongkok, ByteDance, itu jika tidak menyerahkan operasional bisnis di Amerika Serikat kepada perusahaan setempat.

Dengan lebih dari 100 juta pengguna dan popularitas global, TikTok mampu menarik minat Microsoft sebagai calon pembeli. Selain itu, ada juga Oracle dan Walmart yang masuk ke arena negosiasi. Microsoft pun akhirnya mundur setelah pada 13 September lalu mengumumkan penolakan ByteDance.

Oracle pun disebut sebagai pemenang, dengan Walmart masih berstatus sebagai pihak yang mungkin akan kebagian untung. Akan tetapi, pemerintah Amerika Serikat masih belum puas. Tiongkok sendiri juga belum memberikan restu. Dilansir CNN, ini kemungkinan besar karena isi kesepakatan yang masih meragukan.

Di dalamnya, ByteDance akan terus menjadi pemegang saham utama TikTok. Kantor pusat di Amerika Serikat bakal didirikan dan Oracle dipersiapkan mengurus data pengguna serta mengevaluasi kode keamanan TikTok. Dalam 12 bulan, Oracle akan membuka penawaran publik bagi saham TikTok di bursa Amerika Serikat.

Sementara, Trump sendiri pernah menegaskan bahwa dirinya tidak akan menolak kesepakatan yang masih menyisakan kendali bagi ByteDance. Peraturan baru yang dikeluarkan Trump diduga sebagai cara pemerintah untuk memaksa ByteDance agar menuruti kemauan Amerika Serikat atau kehilangan pasarnya di negara itu.

Baca Juga: Tolak Dibeli Microsoft, TikTok akan Bermitra dengan Oracle di AS

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya