TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah Keripik Tempe Martinah: dari Gang Kecil ke Mancanegara

Konsumen Thailand tergila-gila kerenyahan keripik Mama Tina

Para pengrajin tempe di Gang Tempe kawasan Gang H Aom, Gandaria, Jakarta Selatan (IDN Times/Satria Permana)

Jakarta, IDN Times - Rumah itu tampak sederhana, dengan adonan tempe menggantung di teras. Ketika menengok ke dalamnya ada sejumlah wanita sibuk bekerja mengemas keripik tempe untuk dijual.

Saya yang penasaran melihatnya dari luar, kemudian dipersilakan masuk. Kesibukan mereka saat bekerja begitu terasa, namun tetap ada keramahan yang terpancar.

"Masuk mas, sini. Ini nih keripik tempenya. Boleh kalau mau motret," kata seorang pekerja yang sedang mengemas produk.

Saya kemudian bertanya, yang mana Mama Tina, perintis bisnis kripik tempe di Gang Tempe, kawasan H Aom, Gandaria, Jakarta Selatan. "Iya, saya ini. Maaf baru selesai salat," ujar wanita paruh baya dari kamar.

Percakapan pun berlanjut, Mama Tina melayani sederet pertanyaan saya dengan begitu santai, menceritakan kisahnya dalam membangun bisnis keripik tempe yang pada akhirnya menjadi identitas Gang Tempe.

"Awalnya begini, saya itu sedang istirahat. Tiba-tiba, keponakan telepon. Kami kemudian bicara tuh. Sampai akhirnya, keponakan saya menyarankan untuk buat keripik tempe. Saya ingat, itu 2011 ya," ujar wanita bernama asli Martinah tersebut saat dijumpai IDN Times beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Saat 10 Drum Besi Gairahkan Satu Kampung

Baca Juga: Kisah Sukses Marie, Nasabah yang Dapat Pendampingan Usaha dari PNM

1. Diajarkan resep lewat telepon, akhirnya bisa berkembang

Para pengrajin tempe di Gang Tempe kawasan Gang H Aom, Gandaria, Jakarta Selatan (IDN Times/Satria Permana)

Mama Tina akhirnya diberikan resep keripik oleh keponakannya. Ketika itu, dia mencobanya, namun tak langsung menemukan formula yang tepat.

Selama tiga bulan, Mama Tina terus mengutak-atik resep. Dia juga dibantu oleh keponakannya untuk mendapatkan resep terbaik, namun hanya lewat telepon. Hingga akhirnya, dia menemukan resep yang pas.

"Iya gak langsung dapat resep terbaiknya. Akhirnya, sekitar tiga bulan baru dapat. Sempat ada orang yang coba, tapi gak ada reaksi. Mungkin merasa kurang pas atau seperti apa, tapi tak berani buat bilang," kata Mama Tina.

"Lalu, anak saya itu, awalnya bawa ke kantor. Ternyata dapat respons bagus. Nah, dari situlah mulai ada pesanan. Kira-kira tiga bulan lah itu proses menemukan resepnya," lanjutnya.

2. Semakn yakin lakukan transformasi bisnis

Produk Tempe yang diproduksi oleh pengrajin tempe di Gang Tempe kawasan Gang H Aom, Gandaria, Jakarta Selatan (IDN Times/Satria Permana)

Dari sinilah, Mama Tina mulai melakukan transformasi bisnis. Memang, sejak awal, Mama Tina bersama suaminya sudah bergelut di usaha kerajinan tempe.

Namun, kala itu Mama Tina sudah merasa kalau usaha tempe konvensional mulai kurang menjanjikan. Apalagi, suaminya kian tergerus usia dan mulai kelelahan ketika memasak tempe.

"Sebenarnya saya sudah sadar kalau pas 2011 itu, kok kayaknya tempe itu mulai kurang. Akhirnya, dari saran keponakan saya, terus dapat resep terbaik, ya sudah putuskan usaha ini," kata Mama Tina.

Ketika membangun bisnis keripik tempe, Mama Tina mengaku menggunakan modal sendiri. Dia tak meminjam uang dari mana-mana dan berusaha memasarkannya sendiri, lewat promosi internal hingga metode lainnya.

Perlahan, keripik tempe Mama Tina mulai dikenal. Dia pada akhirnya bisa melakukan gebrakan dengan masuk ke salah satu retail besar. Kini, produknya sudah masuk ke 30 cabang retail tersebut.

"Mereknya sih beda-beda ya. Soalnya, anak saya juga buat. Tapi, pada dasarnya sama. Saya bikin empat rasa, original, sapi panggang, balado, dan barbekyu," ujar Mama Tina.

Baca Juga: Dulu Tidur di Pasar, Kini Jadi Juragan Kopi

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya