TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ada Ancaman Baru Bernama Resflasi, Begini Respons Sri Mulyani 

Pemerintah tetap optimis tapi waspada

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Jakarta, IDN Times - Dunia dihantui oleh tantangan baru bernama resflasi yang kemungkinan muncul di tahun 2023, yakni terjadinya resesi dan inflasi. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati buka suara terkait hal ini. Dia memastikan bahwa hingga saat ini perekonomian Indonesia masih terjaga.

"Bahwa momentum pemulihan ekonomi Indonesia sampai dengan kuartal ketiga dan bahkan kuartal keempat memang masih terjaga kuat," kata Sri Mulyani saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (23/11/2022).

Baca Juga: Resesi Global Mengancam, Duit Pekerja di BPJS Ketenagakerjaan Aman?

1. Ada sejumlah indikator yang menunjukkan terjaganya perekonomian Indonesia

Ilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Pemerintah, lanjut dia, telah menyampaikan sikap bahwa Indonesia optimis menyambut tahun 2023 berkat pemulihan ekonomi Indonesia yang tercermin hingga saat ini. Sejumlah faktor pendukung perekonomian Indonesia, yakni investasi, ekspor, konsumsi masyarakat dan belanja pemerintah, semuanya memberikan indikasi bahwa momentum masih berlanjut.

Dalam konteks ekonomi dari sisi suplai, menurutnya juga masih menggambarkan optimisme. Itu terlihat dari kinerja industri manufaktur yang meningkat. Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia juga masih dalam level ekspansif.

Kemudian, sektor perdagangan dan jasa juga dalam tren yang baik, serta pertambangan yang ditopang oleh harga komoditas masih melanjutkan tren cukup baik.

"Pertanian juga cukup baik, dan juga jasa-jasa yang selama ini masih terkena dampak pandemik mulai bangkit, seperti transportasi, akomodasi, restoran, hotel, itu semuanya sudah mulai balik," ujar Sri Mulyani.

2. Pemerintah tetap waspada terhadap tantangan global

Ilustrasi Resesi. IDN Times/Arief Rahmat

Meski optimis, pemerintah juga tetap waspada karena lingkungan ekonomi global sangat bergejolak karena perang di Ukraina yang menyebabkan harga energi, pangan, pupuk bergejolak sehingga mendorong inflasi di negara-negara Eropa, Amerika Serikat, bahkan Inggris dan Jepang.

"Ini kemudian menciptakan kebijakan untuk menangani inflasi itu yang dalam bentuk monetary policy yang bisa kemudian melemahkan ekonomi mereka. Makanya beberapa negara memang masuk kepada zona kontraksi. Kalaupun (ekonominya) masih positif, positifnya sangat kecil seperti di Amerika Serikat," ujar dia.

Sedangkan di China, lanjut Sri Mulyani, kebijakan pemerintah Xi Jinping terhadap COVID-19 masih sangat ketat sehingga memengaruhi kondisi ekonomi global.

"Jadi kami selalu menyampaikan waspada karena faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan dan momentum pemulihan ekonomi Indonesia bisa dipengaruhi oleh faktor global tersebut," ujar mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya