TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Indonesia Butuh 2 Juta Barel Minyak di 2030, Separuhnya Impor

Lifting minyak ditargetkan 1 juta barel di 2030

Ilustrasi hulu migas (Dok. SKK Migas)

Jakarta, IDN Times - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyebut kebutuhan minyak nasional diproyeksikan mencapai 2 juta barel di 2030. Separuhnya akan ditopang oleh impor.

Wakil Kepala SKK Migas Nanang Abdul Manaf mengatakan, seiring terjadinya pertumbuhan ekonomi di dalam negeri, otomatis kebutuhan terhadap energi juga meningkat, termasuk kebutuhan terhadap minyak.

"Forecast dari Dewan Energi Nasional tahun 2030 mungkin kebutuhan kita sekitar 2 juta barel," kata dia dalam konferensi pers di Kantor SKK Migas, Jakarta, Rabu (15/11/2023).

Baca Juga: Tak hanya Eksplorasi, SKK Migas Dorong KKKS Berdayakan UMKM

Baca Juga: Target Produksi Minyak 635 Ribu Barel di 2024 Bisa Terkejar?

1. Saat ini Indonesia impor 700 ribu barel minyak

Ilustrasi kilang minyak Pertamina. (Dok. Pertamina)

Nanang menerangkan, Indonesia mengonsumsi minyak 1,3 juta barel per hari. Sedangkan yang mampu diproduksi di dalam negeri baru 600 ribu barel per hari.

Untuk menambal gap tersebut, Indonesia kini mengimpor minyak 700 ribu barel per hari guna memenuhi kebutuhan di dalam negeri.

"Bayangkan, sekarang saja mungkin dengan konsumsi kita di 1,3 juta, produksi 600 ribu, 700 ribu barel kita harus impor, baik kita (impor) dalam (bentuk) crude maupun dalam bentuk produk untuk bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri," sebutnya.

Baca Juga: IEA: Permintaan Migas dan Batu Bara Akan Capai Puncaknya pada 2030

2. Targetkan lifting minyak 1 juta barel di 2030

Ilustrasi kilang minyak Pertamina (Dok. Pertamina)

Berdasarkan perencanaan strategis (renstra), Indonesia punya ambisi mencapai level produksi minyak sekitar 1 juta barel per hari di 2030, dan gas bumi 12 miliar standar kaki kubik per hari.

Lifting atau produksi minyak dan gas bumi (migas) digenjot agar Indonesia tidak terlalu ketergantungan terhadap produk impor. Dengan target lifting 1 juta barel di 2030, dan kebutuhannya 2 juta barel, maka separuhnya akan dipenuhi lewat impor.

"Artinya, kalau kita tidak mampu mengikuti kebutuhan dalam negeri, maka yang terjadi adalah kita harus impor terus dari luar negeri," ujar Nanang.

"Tidak ada pilihan buat kita, kebutuhan terus meningkat sementara produksi turun sehingga bagaimana pun kita harus punya strategi, punya perencanaan jangka panjang, paling tidak bagaimana kita menutupi gap antara kemampuan produksi dengan kebutuhan dalam negeri," sambungnya.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya