TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jokowi Diminta Batalkan Perpanjangan Izin Nambang Freeport di Papua

Jokowi bakal beri perpanjangan 20 tahun

Presiden Jokowi bertemu dengan Chairman Freeport McMoRan, Ricard Adkerson di Washington Dc, Amerika Serikat pada Senin (13/11/2023) (dok. Sekretariat Presiden)

Jakarta, IDN Times - Imbalan yang diterima Indonesia dari Freeport atas perpanjangan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) hingga 2061 dinilai tidak sepadan.

Indonesia akan mendapatkan tambahan saham 10 persen di PT Freeport Indonesia (PTFI) menjadi 61 persen. Hal itu sejalan dengan diperpanjangnya izin tambang Freeport selama 20 tahun sejak 2041.

"Keputusan memperpanjang IUPK Freeport hingga 2061 sesungguhnya tidak sepadan dengan imbalan penambahan saham hanya sebesar 10 persen, apalagi penambahan saham itu baru diberikan setelah 2041," kata Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, dalam keterangannya yang diterima IDN Times, Senin (20/11/2023).

Baca Juga: Menteri ESDM Pastikan Freeport Bisa Nambang hingga 2061

1. Pembangunan smelter sudah jadi kewajiban tanpa perpanjangan izin

Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo (kiri), didampingi Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas saat kunjungan kerja ke proyek pembangunan smelter PTFI di KEK JIIPE, Gresik, Jawa Timur, Kamis (9/11/2023). (dok. Freeport)

Fahmy menerangkan, Freeport diharuskan membangun smelter di Papua bukan sebagai imbalan perpanjangan IUPK hingga 2061, melainkan sudah menjadi kewajiban mereka untuk membangun smelter di Indonesia berdasarkan perjanjian 2018.

Pada saat keputusan perpanjangan IUPK 2021-2041, kata dia, salah satu syarat untuk Freeport adalah harus membangun smelter untuk hilirisasi di Indonesia.

"Namun, hingga kini pembangunan smelter tidak kunjung selesai sehingga Freeport-McMoran selalu minta izin relaksasi ekspor konsentrat, yang selalu diizinkan oleh pemerintah," sambungnya.

2. Freeport dinilai akan tetap pegang kendali tambang

Kawasan Tambang Freeport Indonesia di Grasberg, Tembagapura, Papua. (IDN Times/Uni Lubis)

Fahmy menilai perpanjangan IUPK hingga 2061 semakin menjauhkan mimpi Indonesia untuk mengembalikan Freeport sepenuhnya ke tangan Indonesia.

"Pemerintah juga tidak dapat mengoptimalkan pengelolaan Freeport untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, seperti amanah konstitusi," sebutnya.

Posisi Indonesia memang akan semakin kuat sebagai pemegang saham mayoritas seiring bertambahnya kepemilikan saham menjadi 61 persen.

Namun, kata dia, sebagai pemegang saham mayoritas tidak otomatis menjadikan Indonesia sebagai pengendali operasional tambang Freeport.

"Oleh karena itu, pemerintahan Jokowi seharusnya berpikir ulang untuk membatalkan rencana perpanjangan IUPK Freeport 2041-2061," tambah Fahmy.

Baca Juga: Jokowi Kembali Kirim Bantuan Kemanusiaan ke Gaza, Beratnya 21 Ton

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya