TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

KPPU Bakal Panggil Maskapai Imbas Lonjakan Harga Tiket Pesawat

Lonjakan harga tiket jadi fenomena berulang tiap Lebaran

Calon penumpang pesawat berjalan di selasar Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal)

Intinya Sih...

  • KPPU akan memanggil tujuh maskapai penerbangan terkait kenaikan harga tiket pesawat menjelang Hari Idulfitri.
  • Maskapai yang dijatuhi sanksi kartel diminta untuk tidak menaikkan harga secara tidak beralasan dan memberitahukan ke KPPU sebelum menerapkan kebijakan peningkatan harga.
  •  

Jakarta, IDN Times - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan memanggil tujuh maskapai penerbangan sebagai akibat dari kenaikan harga tiket pesawat yang terjadi menjelang Hari Idulfitri.

Hal itu terkait dengan upaya KPPU untuk mengawasi peningkatan harga tiket yang signifikan setiap tahunnya pada periode tersebut. KPPU juga menekankan pentingnya kepatuhan terhadap putusan hukum yang telah dijatuhkan terkait praktek kartel tiket pesawat.

Ada tujuh maskapai yang dijatuhi sanksi kartel, yakni PT Garuda Indonesia (Persero), PT Citilink Indonesia, PT Sriwijaya Air, PT Nam Air, PT Batik Air, PT Lion Mentari, dan PT Wings Abadi, yang diputus oleh KPPU pada 23 Juni 2020.

“Merujuk pada beberapa pemberitaan media terkait dengan temuan Kementerian Perhubungan tentang penjualan harga tiket melebihi tarif batas atas yang dilakukan oleh tiga maskapai, maka dalam waktu dekat KPPU akan menjadwalkan panggilan kepada ketujuh maskapai tersebut,” kata Ketua KPPU M. Fanshurullah Asa, dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu (16/3/2024).

Baca Juga: Daftar Barang Bawaan Penumpang Pesawat yang Dibatasi Mulai Bulan Ini

1. Maskapai diminta memberitahu KPPU sebelum menaikkan harga tiket pesawat

Calon penumpang pesawat antre untuk lapor diri di konter pelaporan Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (8/2/2024). (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal)

KPPU mengimbau kepada tujuh maskapai yang pernah terlibat dalam kasus kartel tiket untuk tidak menaikkan harga secara tidak beralasan. Mereka diminta untuk memberitahukan kepada KPPU sebelum menerapkan kebijakan peningkatan harga kepada konsumen.

Dalam putusan yang dijatuhkan oleh KPPU pada 2020 lalu, terdapat sanksi berupa perintah kepada para terlapor untuk secara tertulis memberitahukan kepada KPPU setiap kebijakan yang akan berpengaruh terhadap peta persaingan usaha, harga tiket yang dibayar oleh konsumen, dan masyarakat selama dua tahun sebelum kebijakan tersebut diambil.

Putusan tersebut kemudian diajukan keberatan hingga tahap kasasi di Mahkamah Agung (MA), di mana MA memenangkan KPPU melalui Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 1811 K/Pdt.Sus-KPPU/2022.

“KPPU menekankan Putusan KPPU yang telah inkracht tersebut harus dipatuhi,” ujarnya.

Baca Juga: Garuda Indonesia Bakal Gandeng Operator Lokal Hadirkan Wifi di Pesawat

2. KPPU ungkap siasat maskapai katrol harga tiket pesawat

Penumpang di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang ( ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin)

Dia menjelaskan, dalam kasus kartel tiket yang diputuskan oleh KPPU pada 23 Juni 2020, terbukti para maskapai penerbangan yang terlibat secara bersama-sama hanya menyediakan tiket untuk kelas harga tinggi, sementara tidak membuka penjualan beberapa subkelas dengan harga tiket yang lebih rendah.

“Ini mengakibatkan terbatasnya pilihan konsumen untuk mendapatkan tiket dengan harga yang lebih murah,” ujar dia.

Selain itu, para maskapai juga meningkatkan pembatalan penerbangan setelah terjadinya kartel sebagai upaya untuk mengurangi pasokan. Peningkatan pembatalan penerbangan tersebut terjadi sebelum dan setelah November 2018, yang dibuktikan melalui dokumen permohonan pengurangan frekuensi atau pencabutan rute kepada Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

Menurutnya, tindakan menurunkan pasokan secara bersama-sama dianggap efektif dalam menjaga penawaran tiket subkelas dengan harga tinggi, terutama saat musim sepi terjadi. Kesamaan perilaku antara para maskapai itu dinilai sangat efisien dalam mengganggu kinerja pasar, mengingat penguasaan pasar mereka melebihi 95 persen dari total para terlapor.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya