TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pengusaha Teriak Ekspor Turun, Menkeu Siapkan Jurus Ini

Permintaan di dalam negeri akan digenjot

Ilustrasi ekspor. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Jakarta, IDN Times - Pelaku usaha mulai mengeluhkan penurunan permintaan di pasar ekspor akibat melemahnya perekonomian dunia. Bahkan industri tekstil dan sepatu sudah mengurangi jumlah tenaga kerja alias melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memahami bahwa permintaan ekspor terkena dampak pelemahan ekonomi di negara maju, walaupun kinerja manufaktur masih ekspansif. Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Oktober berada di level 51,8. Posisi di atas 50 menandakan sektor manufaktur dalam tahap ekspansif.

"Kalau manufaktur kan kita sebetulnya masih bagus bahwa kita ada di atas zona ekspansif, walaupun lebih rendah dari bulan September yang lalu. Kita kan memang perkirakan pertama dari sisi permintaan ekspor memang akan mengalami dampak dengan adanya kemungkinan perlemahan di negara-negara maju," kata Sri Mulyani ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Rabu (2/11/2022).

Baca Juga: Gak Ngikut Malaysia, RI Bakal Tentukan Sendiri Harga Ekspor CPO

Baca Juga: Faisal Basri Kritik Keras Jokowi Soal Larangan Ekspor Timah

1. Pemerintah akan genjot permintaan di dalam negeri

Sejumlah warga memadati Blok B Pusat Grosir Pasar Tanah Abang untuk berbelanja pakaian di Jakarta Pusat, Minggu (2/5/2021) (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Lantaran permintaan ekspor mengalami perlambatan, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu akan berupaya mendorong permintaan di dalam negeri. Walaupun menurunnya permintaan dari luar negeri tidak bisa disubstitusi sepenuhnya dengan permintaan domestik.

"Jadi, kita akan terus melihat dari semua sektor-sektor ini dan kemudian apa policy yang perlu untuk kita formulasikan lebih lanjut di dalam merespons tren global," tutur Sri Mulyani.

Pemerintah terus mengupayakan kebijakan yang dapat menjaga pemulihan ekonomi, yang pada kuartal IV ini akibat kondisi di negara barat mengalami pelemahan maka perlu diformulasikan kembali.

"Kebijakan fiskal kan memang tujuannya untuk membelanjakan alokasi yang sudah ditetapkan. Jadi kita berharap itu bisa mendukung permintaaan dalam negeri pada saat global economy demand-nya itu melemah karena adanya inflasi yang tinggi, nilai tukar yang menguat, yang tentu juga akan menyebabkan perubahan kinerja ekonomi-ekonomi di Eropa, Amerika dan RRT," sebutnya.

Baca Juga: Gawat! 22.500 Buruh Pabrik Sepatu Kena PHK  

2. Diskon PPN dan subsidi gaji bisa tumbuhkan daya beli masyarakat

Ilustrasi Uang. (IDN Times/Aditya Pratama)

Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menilai pemerintah bisa membantu memperkuat daya beli masyarakat dengan menurunkan pajak pertambahan nilai (PPN).

"Yang pertama tentu pemerintah harus relaksasi pajak untuk mendorong konsumsi dalam negeri, misalnya penurunan tarif PPN dari 11 persen menjadi 7 atau 8 persen. Karena ketika pasar ekspornya sedang lesu, sedang loyo, harapannya adalah dari pasar dalam negeri. Pasar dalam negeri tentunya akan bergerak kalau ditopang oleh relaksasi pajak," katanya kepada IDN Times.

Program bantuan subsidi upah/gaji (BSU) juga disarankan Bhima agar dilanjutkan, bahkan sebaiknya nilai bantuan dan jumlah penerimanya ditambah, khususnya pekerja informal yang selama ini tak tersentuh BSU.

"Saya kira yang paling penting juga ya untuk melakukan perluasan subsidi upah. Jumlahnya harus ditambahkan, nominalnya ditambah, penerimanya juga ditambah, terutama ke industri UMKM yang tidak memiliki BPJS Ketenagakerjaan," jelasnya.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya