Pertumbuhan Industri Manufaktur Terganjal Harga Gas dan Impor
Industri manufaktur ditargetkan tumbuh 5,80 persen
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan adanya optimisme pelaku industri nasional di tengah dampak geopolitik dan geoekonomi global.
Kepercayaan diri yang tinggi dalam sektor industri tercermin dari Purchasing Managers’ Index (PMI) Indonesia sebesar 52,2 pada Desember 2023, sehingga mencatatkan fase ekspansi selama 28 bulan berturut-turut.
"Capaian ini hanya Indonesia dan India yang mampu mempertahankan level di atas 50 poin selama lebih dari 25 bulan. Kinerja baik ini tentu harus kita jaga dan tingkatkan,” kata Agus, dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (3/1/2024).
Baca Juga: Industri Manufaktur Jadi Penopang Utama Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
1. Pertumbuhannya belum optimal karena faktor harga gas dan impor
Agus mengungkapkan adanya kebijakan yang belum berjalan sesuai harapan sektor industri, yakni tantangan harga gas bumi tertentu (HGBT).
Meskipun ada kemajuan, penerapan HGBT belum sesuai harapan, dan masih ada perusahaan yang belum menerima manfaat harga gas yang ditetapkan pemerintah, yakni 6 dolar AS per MMBTU.
“Pada tahun 2023, hanya 76,95 persen di Jawa Bagian Barat atau hanya sekitar 939,4 BBTUD dibayar dengan harga USD 6,5 per MMBTU, sisanya harus dibayar dengan harga normal sebesar USD 9,12 per MMBTU,” sebutnya.
Bahkan, kata dia, masih banyak sektor industri yang memperoleh volume gas lebih rendah atau tidak sesuai dengan jumlah yang disepakati melalui kontrak antara industri dan pihak penyedia.
"Kebijakan HGBT memang dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan yang kami inginkan, jauh dari ideal di mata kami. Oleh karenanya, carut marut terkait HGBT ini tentu mengurangi daya saing industri kita,” kata Agus.
Dia melanjutkan, kebijakan lainnya yang dibutuhkan adalah pengendalian impor.