Tinggalkan 'Ekonomi Ayam', RI Cuan Rp516 Triliun dari Nikel
Berkat hilirisasi produk nikel
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pemerintah memproyeksikan nilai ekspor produk hilirisasi nikel akan mencapai 33 miliar dolar Amerika Serikat (AS) sampai akhir 2022. Nilai tersebut setara Rp516 triliun dengan mengacu nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sore ini.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto mengatakan, realisasi nilai ekspor produk hilirisasi nikel telah mencapai 28,3 miliar dolar AS.
"Kalau kita lihat Oktober ini sampai dengan tahun 2022, kontribusi turunan ekspor nikel itu sudah mencapai 28,3 miliar dolar. Jadi kalau sampai akhir tahun kami estimasikan angkanya mungkin bisa mendekati sekitar 33 miliar dolar ya. Jadi ini sesuatu yang sangat signifikan," katanya dalam acara Forum Kemitraan Investasi 2022, Rabu (7/12/2022).
Baca Juga: Dubes AS: KUHP Baru Indonesia Bisa Berdampak pada Iklim Investasi
Baca Juga: Bahlil: Inggris Investasi Baterai Mobil Listrik 7 Miliar Dolar AS
1. Indonesia sudah meninggalkan 'ekonomi ayam' dan 'ekonomi monyet'
Seto menjelaskan bahwa pemerintah mendorong hilirisasi untuk menarik investasi. Tapi, Indonesia tidak berfokus pada orientasi proyek. Jadi, tujuan Indonesia adalah membentuk ekosistem industri yang kuat dan baik.
"Kalau saya boleh mengasosiasikan ya, dulu kita itu mindsetnya adalah ekonomi ayam, kenapa sih ekonomi ayam? karena kalau kita tahu ayam itu kalau cari makan kan dia gali-gali terus langsung dia makan, gali-gali dia makan," ujarnya.
Menurutnya hal itu sama seperti kegiatan menambang sumber daya alam kemudian langsung diekspor ke negara lain tanpa adanya upaya peningkatan nilai tambah produk.
"Yang lain kita sebutnya ekonomi monyet, kenapa? monyet kan petik langsung dimakan, petik langsung dimakan. Jadi ini (sekarang) gak. Saya kira ini mindsetnya kita berubah, bagaimana kita menggunakan sumber daya alam mineral kita, kekayaan alam kita yang mentah itu diolah menjadi sesuatu yang value added-nya lebih tinggi. Itu akan signifikan dampaknya," jelasnya.
Baca Juga: Guyon Bahlil soal Pengusaha dan Monyet di Rapimnas KADIN