TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

BI Ramalkan The Fed Kerek Lagi Suku Bunga di September

Hingga Juli, suku bunga The Fed sudah naik 11 kali

Konferensi KSSK kuartal II (IDN Times/Triyan)

Jakarta, IDN Times - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memproyeksi Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, bakal kembali menaikkan suku bunga pada September mendatang.

The Fed baru saja menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis points (bps) menjadi 5,25-5,5 persen pada Rabu (26/7/2023). Dengan kenaikan tersebut, Fed Fund Rate (FFR) sudah naik sebanyak 11 kali dengan total kenaikan sebesar 525 bps sejak Maret 2022.

"Saya memproyeksi FFR akan naik sekali lagi pada September (25 bps), sehingga suku bunganya menjadi 5,75 persen jadi suku bunganya ini akan bersaing dengan BI yang saat ini juga di 5,75 persen," kata Perry dalam konferensi pers KSSK di Kantor OJK, Selasa (1/8/2023).

Baca Juga: The Fed Diproyeksikan Masih Kerek Suku Bunga Tahun Ini

Baca Juga: Inflasi Juli Terkerek ke 0,21 Persen, Apa Saja Penyumbang Terbesarnya?

1. BI harap suku bunga The Fed mentok di 5,75 persen

Chairman Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell pada Rabu (21/9/2022) mengumumkan kenaikan suku bunga acuan (Fed Fund Rate) untuk kelima kalinya tahun ini. (dok. YouTube Washington Post)

Perry berharap suku bunga acuan AS akan mentok di 5,75 persen dan The Fed tidak lagi menaikkannya setelah September. Meski begitu, Bank Indonesia akan terus memantau berbagai perkembangan global, termasuk arah dari kebijakan suku bunga The Fed. 

"Kami akan pantau perkembangan setiap bulan, tapi untuk saat ini pertumbuhan ekonomi di AS masih cukup bagus kami masih menunggu inflasi turun lebih cepat atau tidak. Moga-moga Fed Fund Rate sudah cukup 5,75 persen saja di September setelah itu stay saja," jelasnya. 

Dengan demikian, Bank Indonesia akan memastikan dampaknya terhadap stabilitas nilai tukar akan tetap terjaga. Dalam upaya tersebut, Bank Indonesia bersama tim KSSK akan terus memperat koordinasi.

2. Tekanan inflasi di negara maju masih tinggi

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati. (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Pada kesempatan yang sama, Ketua KSSK yang sekaligus Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan tekanan inflasi di negara maju masih relatif tinggi. Hal itu dipengaruhi perekonomian yang lebih kuat dan pasar tenaga kerja yang ketat.

Kondisi ini akan mendorong kenaikan suku bunga kebijakan moneter lebih lanjut di negara maju, termasuk Federal Funds Rate (FFR). Perkembangan tersebut menyebabkan aliran modal ke negara berkembang akan lebih selektif.

"Itu juga meningkatkan tekanan nilai tukar di negara berkembang, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi risiko rambatan global," tuturnya. 

Baca Juga: Aman, Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia Terjaga di Q2

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya