TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Rasio Pajak Masih Rendah, Ini Tips Bank Dunia untuk Indonsia

Bank Dunia ungkap strategi naikkan penerimaan pajak

Satu Kahkonen, Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste

Jakarta, IDN Times - Bank Dunia (World Bank) mengungkapkan reformasi perpajakan yang telah dijalankan di Indonesia belum dapat mengerek rasio pajak atau tax ratio tumbuh lebih tinggi. Hingga akhir 2022, rasio pajak baru 10,4 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Meski angka itu masih terhitung rendah, namun sudah meningkat bila dibandingkan dengan tax ratio pada 2021 yang sebesar 9,11 persen.

"Rasio perpajakan Indonesia meskipun adanya reformasi perpajakan masih rendah sekitar 11 persen. Masih ada ruang untuk Indonesia mendatangkan upaya pendapatan," kata Country Director World Bank Indonesia, Satu Kahkonen dalam acara World Bank's Indonesia Poverty Assessment di The Energy Building, SCBD, Jakarta, Selasa (9/5/2023).

Adapun tax ratio adalah sebuah perbandingan atau persentase penerimaan pajak terhadap PDB. Sehingga, tax ratio dapat memberikan gambaran umum kondisi perpajakan serta kapasitas sistem perpajakan suatu negara.

Baca Juga: Single Identity Number Bisa Dongkrak Rasio Pajak dan Kurangi Korupsi 

Baca Juga: Bank Dunia Usul Semua Barang Kena PPN di RI, Apa Bisa Diterapkan?

1. Langkah untuk dorong penerimaan pajak

Ilustrasi Pajak (IDN Times/Arief Rahmat)

Ia menjelaskan ada berbagai langkah yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan tax ratio dan penerimaan pajak.

Pertama, menghapus pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas barang-barang tertentu. Sebab, Bank Dunia melihat barang-barang yang tidak kena PPN justru lebih banyak dinikmati oleh kelompok masyarakat berpendapatan tinggi, alih-alih oleh masyarakat miskin.

"Cara praktis untuk meningkatkan penerimaan PPN dengan cepat adalah dengan menghilangkan pengecualian dan tarif pilihan atas pajak untuk berbagai barang dan jasa," demikian petikan laporan Bank Dunia.

Bank Dunia mencatat sepertiga dari potensi penerimaan PPN (0,7 persen dari PDB) di Indonesia hilang akibat struktur pembebasan PPN saat ini. Padahal dana tersebut dinilainya dapat untuk mendanai seluruh anggaran bantuan sosial yang diperluas pada 2019.

Baca Juga: Bank Dunia: Bansos dan Jaminan Sosial Lebih Efektif Kurangi Kemiskinan

2. Pajak karbon harus diterapkan untuk tingkatkan daya saing

Ilustrasi Pajak Karbon (IDN Times/Aditya Pratama)

Lebih lanjut, Kahkonen meminta pemerintah untuk melakukan penerapan pajak karbon untuk mengerek penerimaan negara dan meningkatkan daya saing Indonesia. Oleh karena itu, ia menekankan agar pemerintah segera menerapkan pajak karbon.

"Pajak karbon bakal tingkatkan penerimaan dan akan meningkatkan daya saing Indonesia. Misalnya, terkait dengan ekspor ke negara-negara yang mengenakan tarif impor untuk produk-produk berkandungan karbon tinggi dengan mekanisme penyesuaian batas karbon," ujarnya.

3. Implementasikan cukai MBDK

ilustrasi kalkulator dan uang (pexels.com/olia danilevich)

Bank Dunia pun mendorong pemerintah untuk memberlakukan cukai pada produk plastik dan minuman bermanis dalam kemasan (MBDK). Dengan menerapkan hal itu, pemerintah Indonesia diyakini akan menghemat anggaran kesehatan sekaligus dapat menambah penerimaan negara.

Kahkonen menjelaskan bahwa minuman berpemanis memiliki dampak kesehatan yang negatif dan berimplikasi pada biaya yang besar bagi kesehatan masyarakat.

"Menaikkan pajak atas barang-barabg tersebut akan mengurangi konsumsinya, menghemat biaya untuk sistem kesehatan publik sekaligus menghasilkan penerimaan pemerintah," tulis World Bank.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya