TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

7 Golongan yang Tolak PPN Sembako 12 Persen, Ibu-Ibu hingga Petani

Wacana PPN sembako banjir penolakan.

Ilustrasi Pasar. IDN Times/Besse Fadhilah

Jakarta, IDN Times - Wacana pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen terhadap barang kebutuhan pokok alias sembako mendapat penolakan dari sejumlah pihak. Mulai dari kalangan ibu rumah tangga, pedagang pasar, buruh, petani, dan seterusnya meminta kebijakan tersebut tidak diterapkan.

Sebelumnya, sembako termasuk dalam barang yang tak dikenakan PPN. Namun, dalam draf revisi kelima Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), sembako dihapus dalam daftar barang yang tak dikenakan PPN.

Sampai saat ini, pemerintah belum memberikan kepastian apakah revisi tersebut akan diterapkan. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, saat ini pemerintah tengah fokus mendorong pemulihan ekonomi. Di sisi lain, pemerintah juga harus mulai menyehatkan APBN dari penerimaan pajak ke depannya.

"Kita semuanya juga, masyarakat mengatakan APBN perlu disehatkan kembali. Tapi menyehatkan dengan tetap menjaga momentum pemulihan itu harus dipilih, dijaga, dan dikelola dengan hati-hati. Maka situasi inilah yang sekarang sedang kita fokuskan pemulihan ekonomi. Namun kita semua harus tetap membangun fondasi bagi ekonomi dan perpajakan untuk tetap sehat ke depan," ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI pada Kamis (10/6/2021) kemarin.

Berikut 7 golongan yang menolak wacana PPN sembako 12 persen.

Baca Juga: Ini Daftar Sembako yang Bakal Kena Tarif PPN 12 Persen

1. Ibu Rumah Tangga

Ilustrasi Pasar (IDN Times/Besse Fadhilah)

Kalangan ibu rumah tangga termasuk kelompok terdepan yang menolak wacana tersebut. Misalnya saja Anggun Situmorang (28), ia menolak keras rencana pengenaan PPN terhadap sembako. Pasalnya, ia menilai wacana itu berpotensi menaikkan harga sembako, dan pada akhirnya membebani masyarakat.

"Kebijakan pengenaan PPN 12 persen terutama untuk sembako di luar nalar, sulit diterima. Menurut pemerintah mungkin kebijakan ini bagus, tapi sayang kita nggak butuh. Buat apa pajak gemuk tapi hasil menyekik rakyat. Bayangin kalau orang susah harus nambah bayar lagi beli beras dan garam gara gara PPN, udah miskin diporotin lagi," tegas Anggun kepada IDN Times.

Tak hanya Anggun, Dewi Ratih (37) yang juga merupakan seorang ibu rumah tangga juga menolak rencana PPN sembako tersebut. Bahkan, ia menuturkan rencana ini bisa memicu amarah banyak orang.

"Wah nggak setuju banget! Bisa memancing amarah rakyat," tutur Dewi kepada IDN Times.

Baca Juga: Perhatian! Belanja Sembako di Pasar Gak Bakal Kena PPN

2. Pedagang Pasar

Ilustrasi pasar tradisional. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww)

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ngadiran juga menolak wacana PPN sembako tersebut. Menurutnya, wacana itu wacana ini bertolak belakang dengan keinginan pemerintah menaikkan daya beli masyarakat agar ekonomi pulih. Ia pun tak setuju dengan wacana pengenaan PPN terhadap sembako, dan meminta pemerintah untuk tidak memberlakukannya.

"Dalam situasi rakyat terpuruk, ekonomi rakyat sedang berat, pajak lain juga banyak, PBB itu kan besar juga. Nah sedangkan ini pula yang mau dikenakan, yang paling berhubungan dengan hajat hidup rakyat banyak, hendaknya ini tidak berlakukan," kata Ngadiran.

3. Peritel

Ilustrasi supermarket (IDN Times/Anata)

Pengusaha ritel juga tak setuju dengan wacana PPN sembako tersebut. Anggota Dewan Penasehat Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Tutum Rahanta mengatakan wacana pengenaan PPN terhadap sembako muncul pada waktu yang tidak tepat. 

"Kita pertanyakan niatan tersebut tujuannya untuk apa dulu? Apakah untuk menaikkan pendapatan pemerintah, karena negara butuh uang sehingga harus memajaki sampai yang selama ini menjadi kebutuhan pokok masyarakat? Atau ingin menaikkan daya beli? Nah itu dulu. Kalau ingin menaikkan pendapat pemerintah saat ini, mengambil dari PPN kebutuhan pokok, waktunya sangat tidak tepat," kata Tutum ketika dihubungi IDN Times.

4. Buruh

Presiden KSPI Said Iqbal (IDN Times/Fitang Budhi Adhitia)

Kalangan buruh bahkan mengecam keras wacana PPN sembako. Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal wacana tersebut sangatlah tidak adil bagi masyarakat kalangan kelas menengah ke bawah, mengingat saat ini pemerintah memperpanjang relaksasi pajak penjualan barang mewah (PPnBM) untuk menstimulasi industri otomotif. 

"Ini sangat tidak adil, ketika orang kaya diberi relaksasi pajak, terutama produsen mobil untuk jenis tertentu, tetapi untuk rakyat kecil, sekadar untuk makan saja, sembako dikenakan kenaikan pajak," kata Said seperti dikutip dari YouTube Bicaralah Buruh, Jumat (11/6/2021).

5. Petani

IDN Times/Muhamad Iqbal

Gula konsumsi adalah salah satu produk yang diwacanakan untuk dikenakan PPN. Wacana itu pun dikecam oleh kalangan petani tebu.

Bahkan, Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menyatakan akan melakukan demo untuk menolak wacana tersebut.

Sekjen DPN APTRI, M Nur Khabsyin mengatakan selama ini petani tebu sudah dihadapkan pada beragam kebijakan yang memberatkan seperti pengurangan subsidi pupuk, rendahnya HPP gula hingga maraknya gula impor yang beredar di pasaran. Hal tersebut sudah membuat petani tebu menjadi tertekan.

"Lah kok mau dikenakan PPN. Ibaratnya petani sudah jatuh tertimpa tangga. kalau PPN dipaksakan petani siap demo ke jakarta," kata Khabsyin dalam keterangan tertulis.

Baca Juga: Ini 5 Dampak Sembako Kena PPN, Ngeri!

6. Ekonom

Ilustrasi Kemiskinan (IDN Times/Arief Rahmat)

Kalangan ekonom juga tak setuju dengan wacana PPN sembako. Pasalnya, PPN sembako dinilai akan memberikan dampak negatif pada perekonomian. Bahkan, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, PPN sembako berpotensi menaikkan angka kemiskinan.

Mengapa demikian? Bhima menjelaskan, dengan pengenaan PPN, maka harga sembako bisa naik, dan berujung pada kenaikan tingkat inflasi. Kondisi ini bisa menurunkan daya beli masyarakat, sehingga tak hanya perekonomian negara yang kembali loyo, tapi juga bisa menaikkan angka kemiskinan.

"Sebanyak 73 persen kontributor garis kemiskinan berasal dari bahan makanan. Artinya sedikit saja harga pangan naik, jumlah penduduk miskin akan bertambah," terang Bhima kepada IDN Times.

Tak hanya Bhima, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan juga berkata demikian.

"Dampak PPN adalah harga menjadi lebih tinggi, inflasi, kalau tidak ada kenaikan gaji maka pendapatan riil masyarakat turun, untuk masyarakat berpendapatan rendah maka artinya kemiskinan bisa meningkat. Kesenjangan sosial lebih tinggi," tutur Anthony ketika dihubungi IDN Times.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya