Ada Jaksa dan Polri di Satgas Investasi, Bahlil: Bukan untuk Menakuti
Jaksa Agung dan Wakapolri Masuk dalam Satgas Investasi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Keterlibatan Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi sebagai Wakil Ketua I dan Wakil Kepala Kepolisian RI Komjen Gatot Eddy Pramono sebagai Wakil Ketua II dalam Satgas Percepatan Investasi dipastikan bukan untuk menakut-nakuti investor. Hal itu disampaikan oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.
Bahlil menerangkan, misalnya untuk mengurus izin-izin investasi di kementerian/lembaga, kehadiran Satgas dipercaya bisa mempercepat prosesnya.
"Tujuannya sebenarnya bukan menakut-nakuti, mempercepat. Karena apa? Kalau deputi saya mengambil izin di kementerian A, itu sesama eselon I, memutar-mutar juga barang ini. Tapi kalau bukan sesama deputi atau dirjen datang, bisa lebih cepat itu," tegas Bahlil dalam RDP dengan Komisi VI DPR RI, Senin (31/5/2021).
Baca Juga: DPR Heran Kejaksaan dan Polri Terlibat di Satgas Percepatan Investasi
1. Satgas Percepatan Investasi juga bakal awasi kegiatan investor
Selain mempercepat proses perizinan untuk investasi, Satgas Percepatan Investasi juga akan mengawasi kegiatan usaha investor di Indonesia. Bahlil menegaskan, nantinya investor tak bisa lagi main-main dalam kegiatan usahanya di Indonesia. Contohnya, banyak pengusaha yang sudah mendapatkan konsesi lahan, namun kegiatan usahanya tak dijalani.
"Pengusaha tidak boleh menyandera negara, tidak boleh pengusaha mengatur negara, tapi negara mengatur pengusaha. Tapi negara juga tidak boleh sewenang-wenang. Nah sekarang ini, banyak konsesi-konsesi kita yang izinnya keluar tapi nggak jalan-jalan," jelas Bahlil.
Bahlil mengatakan, hal tersebut menghambat investor-investor baru untuk menanamkan modal di Indonesia.
"Sementara kita tahu pertumbuhan ekonomi kita akan tinggi kalau investasi kita bagus, karena konsumsi kita mentok 57-60 persen. Untuk pertumbuhan kita di atas 5 persen, itu investasi. Tapi orang punya duitnya, mau bawa, konsesi sudah habis," urainya.
Ada juga kasus penguasaan Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh segelintir pihak. Selain itu, penggunaan IUP itu ternyata tak sampai 50 persen.
"IUP-IUP tambang dikuasai sedemikian rupa, padahal apa yang terjadi? Yang dipakai 50 persennya belum tentu habis. Itulah kemudian disandera," tegas Bahlil.
Baca Juga: Genjot Investasi Masuk, Menteri Investasi: Izin Sudah Tidak Dipersulit