TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Menanti Dana China Penambal Biaya Kereta Cepat yang Bengkak

Konsorsium China bakal setor Rp8,4 triliun

ilustrasi logo baru kereta cepat, Whoosh! (IDN Times/Trio Hamdani)

Jakarta, IDN Times - Biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh mengalami pembengkakan biaya alias cost overrun pada proses pembangunannya. Angka cost overrun itu telah disepakati sebesar 1,2 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp18,76 triliun.

Untuk menutupinya, perusahaan-perusahaan di balik megaproyek Indonesia dan China harus mengajukan pinjaman, suntikan modal negara, hingga suntikan modal dari konsorsium China.

Adapun suntikan modal dari konsorsium China, yakni Beijing Yawan HSR Co. Ltd sekitar Rp8,4 triliun hingga saat ini belum cair. Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo mengatakan suntikan modal itu ditargetkan cair pekan depan.

“Lagi proses, lagi proses. Saya lupa angkanya, tapi lagi proses. Harusnya minggu depan masuk,” kata Kartika alias Tiko pada Selasa, (5/3/2024) di Hotel Fairmont, Jakata.

Baca Juga: Apa Itu Cost Overrun yang Terjadi di Proyek Kereta Cepat?

1. Penyebab biaya proyek Kereta Cepat bengkak

Presiden Jokowi tinjau proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung, Kamis (13/10/2022). (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Proyek Kereta Cepat sendiri telah dibangun sejak 21 Januari 2016. Awalnya, kebutuhan biaya proyek tersebut diperkirakan hanya 6,07 miliar dolar AS atau setara Rp86,67 trililiun. Namun, pada akhirnya ditetapkan biaya proyek bertambah lagi sebesar Rp18,76 triliun.

Penyebab utama biaya proyek bengkak adalah pembebasan lahan, di mana harga tanah yang perlu dibebaskan naik. Penyebab kedua adalah situasi-situasi yang tidak terduga seperti kondisi geologi di tunnel 2 yang berada di area clay shale. Kondisi itu membuat pembangunan sempat terhambat dan akhirnya berdampak pada penambahan biaya.

Berdasarkan jurnal Politeknik Negeri Bandung, clay shale merupakan jenis tanah ekspansif yang akan mengalami pengembangan atau peningkatan volume apabila berkontaksi dengan air.

Ketiga, pandemik COVID-19 yang melanda Indonesia pada 2020 menyebabkan pembengkakan biaya dari penerapan protokol kesehatan, proses karantina, dan juga tes COVID-19.

Lalu, proyek KCJB juga menggunakan teknologi GSM-R untuk persinyalan kereta api cepat. Teknologi itu digunakan sebagai teknologi transmisi data (train control data) mengadopsi teknologi yang dipakai di China Railway. Di China, penggunaan frekuensi GSM-R tidak tidak membutuhkan biaya.

Kelima, pembengkakan biaya proyek KCJB juga disebabkan kebutuhan investasi untuk instalasi listrik. Keenam, ada beberapa pekerjaan lainnya yang menyebabkan kebutuhan biaya untuk proyek tersebut melonjak.

2. Negara harus gelontorkan Rp3,2 triliun buat tutupi cost overrun proyek Kereta Cepat

Ilustrasi kereta Whoosh (IDN Times/Dhiya Awlia Azzahra)

Untuk memastikan proyek Kereta Cepat bisa kembali dilanjutkan, pemerintah melalui APBN menyuntikkan penyertaan modal negara (PMN) kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI selaku ketua konsorsium BUMN di proyek tersebut. PMN yang disetujui sebesar Rp3,2 triliun.

Penyuntikan PMN itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2022 tentang Penambahan PMN Indonesia ke Dalam Modal Saham PT KAI pada 31 Desember 2022 yang lalu.

VP Public Relations PT KAI, Joni Martinus mengatakan PMN itu bersumber dari APBN 2022. Dana itu dimanfaatkan untuk membiayai porsi ekuitas atau modal dari konsorsium Indonesia atas cost overrun proyek Kereta Cepat. Tujuannya untuk mengejar target operasi Kereta Cepat.

"Melalui PMN ini, KAI akan mengawal pembangunan KCJB agar dapat dinikmati masyarakat sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Kami bersama dengan seluruh stakeholder juga terus memperkuat komitmen serta meningkatkan koordinasi demi peningkatan keselamatan pembangunan proyek KCJB," kata Joni.

Baca Juga: Cara Refund Tiket Kereta Cepat Whoosh, Bisa Online dan Offline

3. KAI ajukan pinjaman tambahan Rp6,99 triliun ke China

Kereta Cepat Whoosh (Dok. KCIC)

Selain itu, KAI juga mengajukan pinjaman tambahan kepada China Development Bank (CDB) sebesar 448 juta dolar AS atau setara Rp6,99 triliun untuk menutupi cost overrun proyek Kereta Cepat.

Berdasarkan laporan fakta material yang disampaikan KAI kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), pinjaman itu dicairkan CDB dalam dua seri, yakni dolar AS dan Yuan China.

Pencairan dilakukan dalam dua seri, yakni tertanggal 7 Februari 2024 untuk Fasilitas A dengan nominal 230,9 juta dolar AS atau setara Rp3,6 triliun.

Kedua, Fasilitas B 1,54 miliar Yuan China atau setara 217 juta dolar AS (Rp3,3 triliun) tertanggal 5 Februari 2024.Adapun pinjaman itu diteruskan kepada PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), yakni konsorsium BUMN yang memiliki 60 persen saham di proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Konsorsium itu terdiri dari empat BUMN, yakni KAI, PT Wijaya Karya (Persero) tbk atau WIKA, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) atau PTPN VIII. Dalam konsorsium itu, KAI menjadi pemegang saham mayoritas.

“Pencairan tersebut langsung diteruskan ke PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) pada tanggal 7 Februari 2024,” tulis fakta material tersebut, Selasa (13/2/2024).

4. APBN jadi jaminan utang Kereta Cepat

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan tanggapan pemerintah atas pandangan fraksi terhadap Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) RAPBN Tahun 2024 dalam Rapat Paripurna DPR RI di Jakarta, Selasa (30/5/2023). (youtube.com/DPR RI)

Sebelum memperoleh pinjaman tambahan dari CDB, KAI harus memiliki jaminan agar memperoleh dana. Pada 19 September 2023 lalu, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah memberikan jaminan dengan landasan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Penjaminan Pemerintah untuk Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.

PMK itu menetapkan pemerintah menyediakan penjaminan atas keseluruhan dari kewajiban finansial PT KAI terhadap Kreditur berdasarkan perjanjian pinjaman. Kewajiban finansial ini terdiri atas pokok pinjaman, bunga Pinjaman, dan/atau biaya lain yang timbul, sehubungan dengan Perjanjian Pinjaman.

Meski begitu, Sri mulyani memastikan penjaminan yang diberikan ke PT KAI telah melalui manajemen risiko yang panjang, dengana adanya audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Jadi ada implikasi dari cost overrun dari sisi PMN yang sudah kita lakukan ke PT KAI sebagai ketua konsorsiumnya dari pihak Indonesia dan dari sisi pinjaman tambahan. Nah pinjaman tambahan itu yang kemudian masuk di dalam tata laksana penjaminan yang kita berikan melalui PMK," kata Sri Mulyani di Gedung DPR, Jakarta.

Baca Juga: Pembengkakan Biaya Kereta Whoosh Sudah Tertutupi, Sumbernya dari Mana?

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya