TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Rupiah Keok, BI Sebut Lebih Parah Depresiasi Mata Uang Negara Lain

Mata uang India hingga Thailand terdepresiasi lebih dalam

Ilustrasi rupiah (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Jakarta, IDN Times - Bank Indonesia (BI) mencatat nilai tukar rupiah per 19 Oktober 2022 mengalami depresiasi 8,03 persen dibandingkan akhir 2021 atau secara year to date (ytd).

Meski begitu, Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan depresiasi rupiah masih jauh lebih baik dibandingkan depresiasi mata uang negara lain, seperti India hingga Thailand.

"Nilai tukar rupiah sampai dengan 19 Oktober 2022 terdepresiasi 8,03 persen (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2021, relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti India 10,42 persen, Malaysia 11,75 persen, dan Thailand 12,55 persen," kata Perry dalam konferensi pers hasil rapat dewan gubernur (RDG) BI, Kamis (20/10/2022).

Baca Juga: Rupiah Babak Belur, BCA Respons Positif Kenaikan Suku Bunga Acuan BI 

Baca Juga: Tok, BI Kerek Suku Bunga Acuan Jadi 4,75 Persen!

1. Rupiah terus keok terhadap dolar AS

ilustrasi rupiah (IDN Times/Umi Kalsum)

Adapun depresiasi rupiah disebabkan oleh penguatan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS). Bahkan, kurs rupiah sudah melebihi level Rp15.500 per dolar AS.

Perry mengatakan, penguatan dolar AS sepenuhnya disebabkan oleh kondisi global yang masih penuh dengan ketidakpastian.

"Depresiasi tersebut sejalan dengan menguatnya dolar AS dan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global akibat pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif di berbagai negara, terutama AS untuk merespons tekanan inflasi dan kekhawatiran perlambatan ekonomi global," kata Perry.

Baca Juga: Suku Bunga BI Tak Mempan, Rupiah Berpotensi Ambruk ke Rp15.600 

2. BI naikkan suku bunga acuan demi jaga stabilitas nilai tukar rupiah

Ilustrasi Suku Bunga (IDN Times/Aditya Pratama)

Salah satu upaya BI menjaga stabilitas nilai tukar rupiah adalah dengan menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,75 persen. Kenaikan itu juga dilakukan demi menekan lonjakan inflasi di Tanah Air.

"Serta memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat semakin kuatnya mata uang dolar AS dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat," ujar Perry.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya