TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

[WANSUS] Gonjang-Ganjing Startup, Masihkah Jadi Pilihan Millennial?

Melihat peluang kerja di startup saat banyak PHK

Ilustrasi Startup (IDN Times/Aditya Pratama)

Jakarta, IDN Times - Sejumlah perusahaan perintis atau startup di Indonesia tengah mengalami tekanan. Bahkan, ada sejumlah startup yang telah melakukan efisiensi demi mempertahankan perusahaan.

Salah satu efisiensi yang dilakukan adalah pemutusan hubungan kerja atau PHK. Contohnya startup TaniHub, LinkAja, Zenius, JD.ID, dan Pahamify yang telah melakukan PHK.

Menurut praktisi Human Resource Department (HRD) sekaligus sosok dibalik akun @HRDBacot, Ruth Diarina mengatakan jumlah PHK saat ini tak sebanyak di awal 2020, atau di awal pandemik COVID-19. 

Namun, dia mengatakan ada banyak penghentian perekrutan atau hiring freeze di sejumlah perusahaan startup.

"Kalau dengar dari teman-teman lain, ada hiring freeze. Jadi dibandingkan lay off sebenarnya sekarang lebih banyak penghentian perekrutan," kata Ruth dalam Startup Series IDN Times.

Kepada IDN Times, Ruth memberikan sejumlah saran bagi para pencari kerja yang hendak melamar ke startup. Selengkapnya, berikut wawancara IDN Times dengan Ruth Diarina.

Baca Juga: Banyak Startup PHK Karyawan, Merah Putih Fund Bisa Bantu Pendanaan? 

1. Bagaimana masyarakat atau calon pekerja harus menyikapi hiring freeze di dunia startup?

ilustrasi startup (IDN Times/Aditya Pratama)

Hiring freeze berarti tidak terlalu banyak lowongan yang dibuka. Jadi untuk teman-teman, terutama yang sudah berpengalaman saran kita lebih baik bertahan dulu di tempat yang lama. Jadi, mungkin setiap 1 tahun sekali orang mencari peluang baru. Tapi kalau dari kita lebih baik bertahan dulu di tempat yang sekarang, terutama untuk teman-teman yang bekerja di industri yang lebih settle, yang sudah profit, atau perusahaannya sudah lama. Jadi lebih baik bertahan dulu. Baru nanti cari peluang baru, cari pekerjaan baru ketika sudah stabil lagi.

Jadi yang mau resign ditahan-tahan dulu saja. Sejak awal pandemik pun kalau dirasa perusahaannya baik-baik saja, sampai 1-2 tahun ke depan tak ada salahnya untuk bertahan dulu.

Hanya saja yang lebih challenging ini teman-teman yang baru lulus (fresh graduate). Karena di 2018-2019 itu pilihannya banyak. Mau ke BUMN bisa, ke perusahaan biasa atau yang sudah stabil bisa, perusahaan swasta atau multinasional bisa, peluangnya sangat banyak. Tapi mungkin kalau sekarang untuk startup hiring-nya agak kurang untuk fresh graduate. Jadi mungkin ada peluang di startup yang tidak sebanyak sebelumnya.

Tapi masih ada banyak hiring di perusahaan-perusahaan yang sudah stabil.

Baca Juga: Startup Pendidikan Pahamify PHK Karyawan, CEO Buka Suara

2. Bagaimana masyarakat atau calon pekerja harus menyikapi hiring freeze di dunia startup?

Ilustrasi Sekelompok Perempuan. (IDN Times/Aditya Pratama)

Hiring freeze berarti tidak terlalu banyak lowongan yang dibuka. Jadi untuk teman-teman, terutama yang sudah berpengalaman saran kita lebih baik bertahan dulu di tempat yang lama. Jadi, mungkin setiap 1 tahun sekali orang mencari peluang baru. Tapi kalau dari kita lebih baik bertahan dulu di tempat yang sekarang, terutama untuk teman-teman yang bekerja di industri yang lebih settle, yang sudah profit, atau perusahaannya sudah lama. Jadi lebih baik bertahan dulu. Baru nanti cari peluang baru, cari pekerjaan baru ketika sudah stabil lagi.

Jadi yang mau resign ditahan-tahan dulu saja. Sejak awal pandemik pun kalau dirasa perusahaannya baik-baik saja, sampai 1-2 tahun ke depan tak ada salahnya untuk bertahan dulu.

Hanya saja yang lebih challenging ini teman-teman yang baru lulus (fresh graduate). Karena di 2018-2019 itu pilihannya banyak. Mau ke BUMN bisa, ke perusahaan biasa atau yang sudah stabil bisa, perusahaan swasta atau multinasional bisa, peluangnya sangat banyak. Tapi mungkin kalau sekarang untuk startup hiring-nya agak kurang untuk fresh graduate. Jadi mungkin ada peluang di startup yang tidak sebanyak sebelumnya.

Tapi masih ada banyak hiring di perusahaan-perusahaan yang sudah stabil.

 

3. Bagaimana kondisi terkini pegawai yang sudah bekerja di startup?

Ilustrasi Startup (IDN Times/Aditya Pratama)

Mungkin lebih ke sharing-sharing. Dari beberapa teman-teman ada yang memang mencari-cari juga sekarang. Karena dari team member atau manajemen sudah share company performance-nya bagaimana. Atau lead-nya sudah sounding ke depannya bagaimana. Seperti tadi, masih punya cash atau tidak selama 6 atau 12 bulan ke depan. Kadang-kadang ada manajemennya yang terbuka. Jadi mereka sudah mulai siap mencari kerja.

Tapi ada juga perusahaan-perusahaan startup yang personally reach out ke kita, dan mengatakan sebenarnya mereka baik-baik saja. Dan yang baik-baik saja sebenarnya banyak. Dan mereka masih buka rekrutmen. Jadi sebenarnya tidak bisa digeneralisir, semua startup lagi susah. Justru ada startup-startup yang keuangannya bagus, bahkan ada yang profit juga, dan masih ekspansi.

Beberapa ada yang siap-siap dan sudah sharing juga ke kita bahwa mereka akan open opportunity, bahkan buat mencari kerja baru. Tapi ya balik lagi, ada juga yang masih expanding kok. Jadi tidak bisa digeneralisir, semua bubble burst, semua lagi tidak bagus.

Baca Juga: Ada Ancaman Bubble Burst, Pegawai Startup Perlu Siapkan Dana Darurat 

4. Bagaimana perbandingan kesejahteraan pekerja di startup dan non startup?

ilustrasi perusahaan (IDN Times/Aditya Pratama)

Kalau kesejahteraan tergantung, sebenarnya benefit yang ditawarkan perusahaan beda-beda. Bahkan tidak semua perusahaan startup yang wah ada bean bag-nya, ada Play Station-nya atau apanya. Ya perusahaan kalau dari segi benefit beda-beda. Tidak bisa dibilang kalau startup enak, kalau corporate biasa tidak enak, tidak ada fasilitas-fasilitasnya. Banyak juga yang bisa kasih benefit dan fasilitas lebih, tapi ada juga yang BPJS saja tidak bayar.

Jadi tidak bisa pukul rata semua startup enak, atau benefit-nya enak, atau semua startup tidak enak. Itu kembali lagi ke perusahaannya, dia mau kasih benefit atau fasilitas lebih tidak ke karyawan? Karena itu kan ada extra cost di luar biaya gaji. Jadi adanya uang di perusahaan ya mau dipakai untuk fasilitas atau benefit-kah? Atau untuk pemasarankah? Itu balik lagi ke perusahaannya masing-masing.

5. Banyak warganet yang membandingkan perusahaan-perusahaan, terutama startup, yang berbasis di Sudirman, Jakarta Selatan, dengan perusahaan yang ada di kawasan Industri Cikarang. Terkait lembur misalnya, apakah kondisi itu benar?

Ilustrasi uang (IDN Times/Arief Rahmat)

Lembur itu tergantung posisinya apa. Jadi beberapa posisi itu memang sudah tidak wajib dibayarkan lemburnya. Dan lembur sendiri itu atas dasar permintaan dari perusahaan. Jadi misalnya di pabrik itu yang banyak pekerjanya, itu posisi tertentu sudah tidak dapat upah lembur. Misalnya kalau operator produksi dapat lembur, tapi supervisor-nya tidak.

Nah untuk teman-teman di perkantoran atau startup, kalau soal tidak taat regulasi itu hal lain. Tapi di posisi-posisi tertentu atau pekerjaannya seperti analisis, managing people, memang tidak dikategorikan bisa dapat upah lembur.

Tetapi ada startup, khususnya customer service, team operation, itu biasanya akan dikasih upah lembur. Jadi beberapa pekerjaan tertentu dikasih upah lembur. Tapi yang upahnya sudah besar itu biasanya tidak dapat lagi memang.

Baca Juga: Gelombang PHK Terjang Startup, Kemnaker Ingatkan Hal Ini

6. Apakah benar karyawan startup memiliki gaji yang lebih besar dibandingkan perusahaan lain?

ilustrasi uang (IDN Times/Aditya Pratama)

Tergantung posisinya. Jadi kalau di marketing dan product, itu memang lebih tinggi, karena talent-nya lebih sedikit. Tapi di operasional itu sebenarnya hampir sama dengan perusahaan yang sudah establish.

Jadi gajinya lebih tinggi juga karena kompetisi mendapatkan talent-nya agak susah. Karena saya di fintech, 3-4 tahun yang lalu sebelum ke company yang lebih establish, memang mendapatkan orang, seperti software engineer itu susah. Karena yang mau ada 20-30 perusahaan lain. Jadi salah satu cara untuk mendapatkan orang ya kita harus berani bayar lebih mahal. Kalau misalnya tidak bisa menggajinya, ya tidak dapat talent. Tapi balik lagi, tidak semua posisi bisa seperti itu.

7. Untuk yang baru akan bekerja, lebih baik bekerja di startup atau perusahaan non-startup?

ilustrasi perusahaan (IDN Times/Aditya Pratama)

Jadi kalau dari saya, saya selalu kasih advice ke teman-teman, justru mulai dari yang establish dulu. Karena semua proses bisnis di perusahaan establish sudah dibuat sedemikian rupa. Jadi kita justru malah bisa lebih belajar proses di perusahaan yang sudah establish.

Karena di startup mungkin direction-nya bisa berubah setiap minggu atau setiap hari, karena ada banyak perubahan. Jadi kalau dari pandangan saya pribadi, lebih baik belajar di perusahaan biasa dulu yang sudah establish. Buat fresh graduate ya 2 tahun pertama lah, baru ke startup.

Tapi kalau merasa, oh kayaknya lebih dynamic ya. Anaknya juga suka challenge atau bosenan, boleh dicoba juga. Tapi pastikan apa yang kamu mau dapat ada di satu organisasi itu, baik itu di startup atau perusahaan yang sudah establish.

Baca Juga: Bahlil Pusing Target Investasi Naik, tapi Anggaran Disunat

8. Apakah karyawan di startup lebih dituntut untuk multitasking?

ilustrasi startup (IDN Times/Aditya Pratama)

Terkadang sebenarnya tak hanya multitasking, tapi role-nya juga tidak ada kejelasan harus ngapain gitu. Jadi terkadang kerjakan ini, lalu ini. Ya enaknya bisa dapat skill yang lumayan banyak. Tapi terkadang juga bisa jadi tidak dalam.

Sedangkan kalau di perusahaan yang lebih establish sudah jelas role-nya. Jadi belajarnya lebih dalam dibandingkan belajar macam-macam tapi tidak dalam.

9. Apa yang harus diperhatikan calon pekerja ketika hendak melamar ke startup?

Ilustrasi. (IDN Times/Aditya Pratama)

Ketika apply ya apply saja. Tapi saat proses interview, mungkin boleh ditanyakan juga ke calon user-nya. Ini sebenarnya secara bisnisnya bagaimana outlook-nya? Tidak usah jauh-jauh misalnya 1 tahun ke depan saja.

Lalu, role kamu akan kontribusi apa saja? Kalau user bisa menjawab dengan jelas, mungkin di dalamnya sudah ada pembagian yang agak jelas. Cuma kalau belum jelas juga, mendingan berpikir lagi untuk masuk. Kalau kamu sukanya tipe pekerjaan yang sudah jelas, mungkin agak susah masuk di lingkungan itu. Tapi kalau suka mencari tantangan, mungkin bisa dipertimbangkan lagi.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya