TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Investor Korsel Lebih Tertarik Investasi di Vietnam daripada Indonesia

Tapi, hubungan ekonomi RI-Korsel punya masa depan cerah

Presiden Jokowi bertemu Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol di Kantor Kepresidenan Yongsan, Seoul (dok. Sekretariat Presiden)

Jakarta, IDN Times - Pakar Hubungan Internasional Universitas Korea, Jae Hyeok Shin, mengungkap bahwa nilai perdagangan Indonesia-Korea Selatan (Korsel) masih kalah jauh dengan nilai perdagangan Vietnam-Korsel.

Jae Hyeok menuturkan, pada 2021 perdagangan Vietnam-Korsel mencapai 80,7 miliar dolar AS (sekitar Rp1,2 kuadriliun). Sementara nilai perdagangan Indonesia-Korsel di tahun yang sama hanya 19,3 miliar dolar AS (sekitar Rp292 triliun).

“Menurut saya ini adalah tantangan bagi hubungan Indonesia-Korea, bahwa perdagangan Korea masih terkonstrentasi kepada Vietnam,” kata Jae Hyeok pada workshop yang digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bersama Korea Foundation di Bengkel Diplomasi FPCI, Jakarta, Rabu (2/8/2023).

“Dan ini juga yang menjadi pertanyaan banyak pakar dan para ahli di Korea, kenapa Vietnam? Kenapa perusahaan swasta Korea dan pemerintah berfokus pada Vietnam? Padahal populasi Vietnam tidak sebanyak Indonesia. Hubungan mereka juga baru 30 tahun, sedangkan Korea-Indonesia sudah 50 tahun,” tambahnya.

Baca Juga: [KALEIDOSKOP] Dari Tesla hingga LG, Ini Catatan Investasi Asing di RI

Baca Juga: Indonesia Ajak Swiss Investasi di IKN

1. Alasan Indonesia bisa kalah dari Vietnam

Pakar Hubungan Internasional Universitas Korea, Jae Hyeok Shin (Dok. FPCI)

Lebih lanjut, Jae Hyeok menjelaskan mengapa Indonesia bisa kalah dari Vietnam, yang notabennya masih sama-sama negara Asia Tenggara. Pemerintah Vietnam dinilai sangat aktif mencari investor asing, dengan menawarkan beragam insentif demi mendatangkan foreign direct investment (FDI).

Alhasil, banyak perusahaan Korsel yang membangun pabrik di Vietnam, bahkan ada pabrikan yang 35 persen produk ekspornya dibuat di Vietnam. Menurut Jae Hyeok, hal itu bagus untuk meningkatkan ekonomi jangka pendek, namun bisa menjadi bumerang bagi Vietnam untuk jangka panjang.

“Karena kebijakan itu tidak membantu perkembangan perusahaan domestik, justru malah menguntungkan perusahaan asing. Ini yang menurut saya sangat dipertimbangkan oleh pemerintah Indonesia. Di satu sisi mereka ingin mendatangkan investor asing, di sisi lain mereka membatasi akses investor asing agar tidak terlalu tergantung dan supaya produk domestik bisa berkembang,” papar dia.

2. Masa depan ekonomi Indonesia-Korsel cerah

ilustrasi mata uang Korea Selatan won Pixabay.com/@manseok_Kim

Kendati nilai perdagangan terpaut jauh, Jae Hyeok menilai bahwa prospek ekonomi Indonesia-Korsel sangat cerah. Bukan saja karena kedua pemerintah baru menerapkan Indonesia-Korea Comprehensive Partnership Agreement (IK-CEPA) per 1 Januari 2023, tapi juga karena kesamaan nilai dan kepastian berbisnis di Indonesia.

Jae Hyeok menyebut demokrasi sebagai sistem terbaik untuk berbisnis, karena sistem tersebut tidak memungkinkan perubahan kebijakan secara mendadak. Ironisnya, justru iklim politik non-demokrasi Vietnam itulah yang saat ini menjadi ujian bagi hubungannya dengan Korsel.

“Demokrasi berarti stabilitas melalui kebijakan. Di bawah diktator, kebijakan dapat berubah sewaktu-waktu. Konsistensi kebijakan inilah yang dimiliki oleh Indonesia, yang membuat para investor bisa membuat prediksi dan perkiraan masa depan mereka. Prediktabilitas inilah yang sangat penting bagi para investor,” tutur Jea Hyeok.

“China misalnya, yang kebijakannya sangat bergantung pada pemimpinnya dan itu bisa berubah sewaktu-waktu. Dan Vietnam meniru langkah itu sehingga membuat orang takut. Saat ini, Vietnam secara tiba-tiba memotong insentif, padahal dulu mereka memberikannya dalam jumlah besar,” sambungnya.

Baca Juga: Indonesia-Korea Selatan Perkuat Kerja Sama Perdagangan dan Ekonomi  

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya