Jakarta, IDN Times – Proyek Inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative/BRI) Tiongkok atau yang juga dikenal sebagai One Belt One Road (OBOR) kini mulai dipertanyakan sejumlah pihak. Muncul kekhawatiran bahwa program ini akan menempatkan Indonesia pada jeratan utang.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan proyek ini tidak akan menambah beban utang pemerintah karena dilakukan dengan skema "business to business" atau B to B tanpa ada aliran dana ke pemerintah dan tanpa kewajiban jamin dari pemerintah Indonesia.
"Saya ingin garisbawahi program Belt and Road itu tidak ada program G to G (government to government). Yang kita lakukan itu B to B. Jadi 'loan' (pinjaman) itu tidak ada yang ke pemerintah Indonesia. 'Loan' langsung ke proyek. Jadi proyek itu yang membayar 'loan' itu tadi," katanya beberapa waktu lalu.
Peneliti INDEF Andry Satrio Nugroho tidak sependapat dengan Luhut. Dalam sebuah diskusi, Andry memaparkan bagaimana Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Indonesia dapat menjadi ‘tumbal’ dari proyek ini. “Kemungkinan terburuk adalah KEK ini akan menjadi milik Tiongkok dengan penguasaan secara menyeluruh hingga pada tahap operasionalnya,” kata Andry.
Bagaimana KEK lalu menjadi korban dari proyek yang disebut Jalur Sutera modern ini?
