Anggaran Pendidikan Naik, Besarnya Porsi MBG Jadi Sorotan

- Kebijakan populis meningkat, berisiko terhadap keberlanjutan fiskal
- Alokasi anggaran belum tepat guna, mayoritas mengalir ke MBG
- Potensi masalah serupa dengan APBN 2025 karena penyaluran masih terkonsentrasi pada MBG
Jakarta, IDN Times - Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menyoroti alokasi anggaran pendidikan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026. Peneliti Senior Departemen Ekonomi CSIS Deni Friawan menyebut belanja pendidikan terlihat meningkat signifikan hingga 48 persen.
Namun, 44 persen dari anggaran tersebut dialokasikan untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG).
"Anggaran pendidikan yang dialokasikan untuk pendidikan itu untuk MBG 44 persennya. Jadi yang tersisa untuk pendidikan sebenarnya sangat kecil," kata dia dalam media briefing, dikutip Selasa (19/8/2025).
1. Kebijakan populis dinilai berisiko

Peneliti Departemen Ekonomi CSIS Riandy Laksono menilai kecenderungan kebijakan populis dalam RAPBN 2026 semakin meningkat. Dia menjelaskan hal itu dapat menimbulkan risiko terhadap keberlanjutan fiskal.
Anggaran untuk memenuhi janji politik dan menjaga popularitas masih akan membengkak. Dia mencatat alokasi MBG naik hingga dua kali lipat dibandingkan sebelumnya.
"Tendensi kebijakan populis semakin meningkat yang mana ini berisiko untuk kebelanjutan fiskal. Mengapa demikian? pertama anggaran untuk menunaikan janji politik dan menjaga popularitas masih akan sangat membengkak. MBG naik dua kali lipat," tuturnya.
2. Alokasi anggaran belum tepat guna

Lebih lanjut, Riandy menyampaikan pemerintah menyebut belanja negara ingin diarahkan agar lebih tepat guna. Namun, kenyataannya mayoritas anggaran justru mengalir ke MBG.
Dia menilai produktivitas program unggulan pemerintah tersebut terhadap perekonomian belum jelas bila dibandingkan dengan alokasi anggaran lain di tahun-tahun sebelumnya.
"Belum jelas produktivitas terhadap perekonomian akan setinggi apa dibandingkan dengan alokasi budget-budget sebelumnya yang ada," paparnya.
3. Potensi hadapi masalah serupa tahun lalu

Riandy menambahkan, RAPBN 2026 berpotensi menghadapi persoalan serupa dengan APBN 2025 karena sebagian besar penyalurannya masih terkonsentrasi pada MBG, yang tingkat penyerapannya dinilai rendah.
"Nah, sehingga kita overall melihat potensi RAPBN 2026 ini masih berpotensi dilanda masalah yang sama dengan APBN 2025," tambahnya.