ilustrasi ekspor impor (Pexels.com)
Sebelum membedah konsep tarif resiprokal, marilah kita mengetahui apa itu tarif dalam konteks perdagangan internasional. Tarif adalah pajak perbatasan yang dikenakan atas impor barang dari negara asing. Importir membayarnya saat masuk ke kantor bea cukai negara atau blok yang memungutnya.
Dilansir dari The Guardian, pajak biasanya dikenakan sebagai persentase dari nilai produk. Misalnya, tarif sebesar 10 persen untuk produk seharga 100 poundsterling. Maka saat produk tersebut dibawa ke negara tersebut, akan dikenakan biaya sebesar 10 pound.
Selain barang jadi, tarif juga dikenakan pada komponen dan bahan mentah, sehingga meningkatkan biaya bagi produsen secara signifikan; terutama di dunia dengan rantai pasokan yang kompleks di mana batas negara dilintasi berkali-kali.
Menurut Pusat Studi Strategis dan Internasional, suku cadang seperti mesin, transmisi, dan komponen mobil lainnya dapat melintasi perbatasan AS-Kanada dan AS-Meksiko hingga tujuh atau delapan kali.
Tarif resiprokal
Dilansir dari situs resmi pemerintah Amerika Serikat, tarif resiprokal merupakan istilah dalam bidang ekonomi yang merujuk pada tarif atau harga yang saling menguntungkan dan setara antara dua pihak yang melakukan transaksi. Dalam hal ini, dapat digunakan dalam konteks perdagangan internasional atau hubungan ekonomi antara dua negara.
Dilansir CBS News, tarif resiprokal atau timbal balik yang sesungguhnya akan mengenakan pajak yang sama pada impor AS seperti yang dikenakan negara lain pada ekspor Amerika berdasarkan produk per produk. Misalnya, jika suatu negara mengenakan pungutan sebesar 6 persen pada sepatu buatan Amerika, Trump akan mengenakan pajak pada alas kaki negara tersebut dengan tarif yang sama.
Saat ini, AS dan mitra dagangnya saling mengenakan pungutan yang berbeda pada produk yang sama. Jerman, misalnya, mengenakan tarif yang lebih tinggi pada kendaraan yang dibuat di AS daripada yang dikenakan Washington, DC, untuk impor kendaraan Jerman.