RI Perlu Segera Respons Kebijakan Tarif Resiprokal Trump

- Pemerintah belum memberikan respons resmi atas kebijakan tarif baru Trump yang berdampak luas dan lintas sektor.
- Konferensi pers untuk memberikan respons batal dilakukan, pemerintah diharapkan melakukan mitigasi sebelumnya dan memiliki skenario 'What If'.
Jakarta, IDN Times - Pemerintah sampai saat ini masih belum memberikan respons resmi atas kebijakan baru Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump yang menetapkan tarif baru sebesar 10 persen pada hampir semua barang impor masuk ke Negeri Paman Sam.
Ekonom sekaligus Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eisha Maghfiruha Rachbini mengatakan, respons itu diperlukan mengingat dampak kebijakan Trump sangatlah luas dan lintas sektor.
"Saya rasa pemerintah perlu merespons segera kebijakan dalam memitigasi risiko, perlu koordinasi lintas kementerian pastinya karena dampaknya akan lintas sektor, di sektor perdagangan, industri, tenaga kerja, keuangan," kata Eisha kepada IDN Times, Kamis (3/4/2025).
1. Pemerintah mestinya punya mitigasi

Pemerintah sejatinya berencana memberikan respons atas kebijakan terbaru Trump itu lewat konferensi pers yang digelar via Zoom pagi ini. Namun, konferensi pers yang akan disampaikan oleh Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Luar Negeri Sugiono, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perdagangan Budi Santoso, dan Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza itu batal dilakukan hari ini.
"Terkait kebijakan tarif AS tersebut sangat teknis dengan beragam komoditas sehingga masih memerlukan pembahasan secara komprehensif di tataran masing-masing K/L. Menimbang hal tersebut di atas, kami sampaikan bahwa press conference tersebut ditunda hingga pemberitahuan selanjutnya," bunyi pemberitahuan yang diterima IDN Times.
Terkait hal tersebut, Eisha menilai pemerintah seharusnya sudah melakukan mitigasi sebelum kebijakan Trump itu diberlakukan. Selain itu, pemerintah juga seharusnya sudah memiliki skenario-skenario 'What If' yang akan dijalankan mengingat Indonesia sudah pernah ada dalam era perang dagang Trump 1.0 dan terkena dampaknya.
"Walaupun di periode ini beda, sudah diwanti-wanti sejak sebelum terpilih Trump. Saat ini yang perlu dilakukan, pemerintah perlu melakukan negosiasi diplomatik dengan pihak AS, juga menjalin kerjacsama dan negosiasi dalam lingkup penguatan kerja sama regional untuk memitigasi dampak perang dagang ini," tutur Eisha.
2. Ekspor yang dilakukan Indonesia ke AS akan mengalami penurunan

Eisha menjelaskan, perihal dampak kebijakan terbaru Trump terhadap penurunan ekspor produk-produk Indonesia ke AS. Beberapa produk seperti tekstil, alas kaki, elektronik, furnitur, serta produk pertanian dan perkebunan, seperti minyak kelapa sawit, karet, perikanan bakal turun seiring naiknya tarif barang impor yang masuk ke Negeri Paman Sam.
"Secara teori, dengan adanya penerapan tarif, maka akan terjadi trade diversion dari pasar yang berbiaya rendah ke pasar yang berbiaya tinggi sehingga akan berdampak pada biaya yang tinggi bagi pelaku ekspor untuk komoditas unggulan, seperti tekstil, alas kaki, elektronik, furniture, dan produk pertanian yang berdampak juga pada melambatnya produksi, dan lapangan pekerjaan," beber Eisha.
3. Tarif baru impor 10 persen

Sebelumnya diberitakan, Trump telah mengumumkan tarif baru sebesar 10 persen pada hampir semua barang impor yang masuk ke Negeri Paman Sam. Rupanya tak hanya itu, ia juga memberlakukan 'Tarif Timbal Balik' ke sejumlah negara, termasuk Indonesia.
"Ini deklarasi kemerdekaan ekonomi kami," ujar Trump, dikutip dari BBC, Kamis (3/4).
Langkah tersebut diambil Trump untuk mengurangi pajak dan membayar utang nasional AS. Ia menampilkan bagan yang berisi negara yang akan dikenakan tarif, tarif yang dikenakan ke AS oleh negara tersebut, dan tarif yang akan dikenakan AS ke negara itu.
Tercatat tiga negara pertama ada China, Uni Eropa, dan Vietnam. China mengenakan tarif 67 persen bagi AS, dan AS memberikan tarif 34 persen. Sementara Vietnam memberi tarif ke AS 90 persen, dan AS mengenakan tarif 46 persen.
Indonesia masuk dalam daftar AS tersebut. Indonesia mengenakan tarif sebesar 64 persen ke AS. Dan saat ini, AS menerapkan tarif sebesar 32 persen ke Indonesia.
Menurut Trump, negara lain memperlakukan AS dengan buruk karena mengenakan tarif yang tidak proporsional pada impor. Ia menegaskan, hal tersebut adalah sebuah kecurangan.
"Karenanya, sebagai balasan, AS mengenakan tarif kira-kira setengah dari yang mereka kenakan ke negaranya. Jadi tarif tersebut tidak akan berlaku secara timbal balik. Saya bisa saja melakukan itu, tapi akan sulit bagi banyak negara, dan kita tidak ingin melakukannya," tutur Trump.