Potret Sang Spa (instagram.com/sangspaubud)
Kendati begitu, Putri tak menjelaskan lebih rinci besaran tarif minimum sebesar 40 persen berawal dari mana. Ia hanya menyebut tarif minimum 40 persen yang semula tak ada di UU PDRD, namun muncul selama pembahasan UU HKPD karena adanya masukan dari para pihak yang menjadi narasumber rapat dengar pendapat (RDP) dan fraksi-fraksi di Komisi XI.
Terkait fraksi mana saja yang meminta diterapkan tarif minimum tersebut, ia enggan menjelaskannya. Meski demikian, Putri menegaskan bahwa UU HKPD tetap memberikan ruang bagi pemerintah daerah untuk menyesuaikan kembali dengan kondisi dunia usaha di wilayahnya karena (PBJT) dipungut oleh Kabupaten/Kota, khusus DKI Jakarta dipungut pemerintah provinsi.
"Apakah sudah pulih dari pandemi atau belum, jika dirasa belum pulih, pemda bisa memberikan insentif," tuturnya
Dalam pasal 101 UU HKPD menyebutkan bahwa dalam mendukung kebijakan kemudahan berinvestasi, gubernur/bupati/wali kota dapat memberikan insentif fiskal kepada pelaku usaha di daerahnya. Insentif fiskal tersebut, di antaranya berupa pengurangan, keringanan, dan pembebasan, atau penghapusan pokok pajak, pokok retribusi, dan/atau sanksinya.
Putri memastikan, pembahasan UU HKPD pada dasarnya tidak hanya dilakukan oleh Komisi XI saja, melainkan juga melibatkan pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PPN/Bappenas.
Selain itu, melibatkan Dewan Perwakilan Daerah dalam pembahasannya. Jadi, UU ini merupakan produk bersama antara DPR RI dan pemerintah.
"Kami pun juga memperhatikan kegelisahan dari pelaku usaha, khususnya yang masih belum pulih akibat diterpa pandemik. Karenanya, kami pasti akan ingatkan pemerintah khususnya Kementerian Keuangan untuk mendorong pemda untuk menerapkan diskresi jika memang dibutuhkan di wilayahnya," tuturnya.