Pengamat: Tarif Pajak Hiburan Keputusan Politis DPR-Pemerintah

Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI), Prianto Budi Saptono menilai tarif pajak hiburan sebesar 40-75 persen merupakan keputusan politis antara DPR dan pemerintah.
"Ini keputusan politis antara DPR dan pemerintah. Jadi (range) tarif tersebut dianggap tepat secara politik karena merupakan hasil kesepakatan antara pemerintah pusat dan wakil rakyatnya di DPR. Hasil kesepakatan sudah tertuang dalam Undang-Undang HKPD," ucapnya kepada IDN Times, Rabu (24/1/2024).
1. Bila pemda tak setuju maka tidak bisa turunkan tarif UU HKPD

Adapun ketentuan lengkap dari UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HPKD) tersebut dituangkan ke dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
"Kalau Pemerintah daerah (Kabupaten/Kota) tidak setuju, mereka tidak bisa menurunkan range tarif karena sudah pengaturannya di UU HKPD. Sebagai gantinya, UU HKPD membolehkan pemerintah daerah untuk tidak menerapkan tarif 40 persen hingga 75 persen atas kelimat jenis hiburan di atas," ujarnya.
2. Fungsi pajak tetap berjalan

Ia menjelaskan, tarif pajak hiburan dengan interval 40-75 persen diterapkan atas kelima jenis hiburan di atas, fungsi pajak tetap berjalan karena ada dua fungsi utama pajak.
Dua fungsi tersebut, yakni:
1. Fungsi budgeter , yakni menambah penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN/APBD)
2. Fungsi reguler untuk memberikan pengaturan.
3. Tarif pajak hiburan diharapkan ubah perilaku masyarakat

Dengan tarif pajak hiburan 40 hingga 75 persen diharapkan dapat mengubah perilaku masyarakat yang mengonsumsi hiburan tersebut.
"Dengan kata lain, masyarakat dapat mencari substitusi hiburan yang pajaknya masih rendah maksinal 10 persen," ucapnya.