Ilustrasi Modal. (IDN Times/Aditya Pratama)
Awalnya, kebutuhan investasi untuk proyek LRT Jabodebek ialah sebesar Rp29,9 triliun. Adapun dana untuk membangun proyek LRT Jabodebek diperoleh dari kredit sindikasi dari 15 bank sebesar Rp22,3 triliun, lalu Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp4 triliun pada 2017, dan Rp3,6 triliun di 2018.
Ketika terjadi pembengkakan, kredit sindikasi tidak bisa lagi menyuntikkan dana untuk menutupinya.
"Peningkatan nilai investasi tidak dapat di-cover oleh pinjaman sindikasi, karena di dalam klausul pinjaman sindikasi, apabila ada cost overrun, itu menjadi beban daripada peminjam, dalam hal ini PT KAI," ujar Didiek.
Di sisi lain, PT KAI juga mengalami kerugian karena jumlah penumpang turun drastis di tengah pandemik COVID-19, atau tepatnya pada 2020-2021. Oleh sebab itu, pemerintah kembali menyuntikkan modal kepada PT KAI senilai Rp2,6 triliun untuk menutupi pembengkakan biaya.
"Sesuai dengan Perpres nomor 49 tahun 2017, KAI dapat menerima dukungan pemerintah yang salah satunya dalam bentuk PMN. Oleh karenanya, di Desember 2021 kemarin berdasarkan PP nomor 119 tahun 2021, PT KAI menerima tambahan PMN sebesar Rp2,6 triliun yang digunakan untuk meng-cover cost overrun di proyek LRT Jabodebek. Sehingga diharapkan penyelesaian proyek LRT Jabodebek dapat terlaksana pada 2022," ucap dia.