restoran Almaz Chicken. (instagram.com/almazfriedchicken)
Strategi Almaz sendiri untuk bersaing dengan brand besar seperti KFC, McDonald itu seperti apa sih? Mungkin ada sisi keunikan atau perbedaan utama yang ditawarkan Almaz kepada konsumen?
Iya. Kalau dari sisi produk, kita kan fokusnya, positioning itu di ayam goreng Saudi. Jadi ayam goreng yang seperti Albaik. Produknya mirip sama Albaik, cuma pada saat kita bikin survei, orang yang datang ke Albaik itu mereka suka karena bumbunya meresap ke dalam dan bumbunya warnanya oranye. Nah, bumbu meresap ke dalam dan warna oranye itu yang kita jadikan identitasnya Almaz. Nah, Almaz kan warnanya oranye dan putih. Itu karena warna bumbunya kita yang meresap ke dalamnya warnanya oranye. Terus kemudian yang kedua, yang menurut customer unik dari Albaik itu ada saus garlic-nya. Garlic sauce yang juga kita ada di Almaz, tapi tidak ada di KFC dan McD. Terus kemudian keunikan yang ketiga, di Almaz itu kita juga ada nasi kebulinya dan itu yang menurut orang Indonesia, rata-rata kekurangan dari Albaik itu enggak ada nasi dan enggak pakai sambal. Nah, di Almaz ada sambal dan ada nasi kebulinya. Kalau di-compare sama Albaik bedanya kita ada nasinya, ada sambalnya. Di-compare sama KFC dan McD, kita ada ayam goreng Saudi-nya, ada nasi kebulinya, dan ada garlic-nya.
Kemitraan itu sudah berjalan?
Sudah, kemitraan itu sudah berjalan. Jadi cabang yang keempat, yang di Ceger Bintaro itu sudah punya mitra. Jadi yang keempat sampai ke 200 nantinya itu mitra semua. Ada beberapa sih yang punya kita. Di Padang kemarin punyanya pusat, kemudian di Grand Wisata itu juga punyanya pusat. Tapi mayoritas setelah itu punyanya mitra.
Untuk gambaran umumnya, untuk mereka yang mau bermitra ini harus melakukan apa? modalnya berapa?
Kalau untuk bermitra itu, kita ada dua tipe. Yang tipe pertama itu yang superstore. Kita bilang itu superstore. Superstore ini outlet-outlet yang memang outlet-nya besar. Biasanya eks-nya KFC, eks-nya McD, eks Starbucks yang sudah tutup, kita menggantikan mereka. Contoh, kayak kemarin di Bandung itu eks-nya Burger King. Di Bogor, eks-nya Starbucks. Terus kemudian di PGC Cililitan, eks-nya KFC. Di Karawang adanya eks-Upnormal. Itu yang size-nya besar, yang stand-alone, building-nya itu berdiri sendiri. Kita sebut itu superstore. Ada beberapa mitra patungan di sana. Per mitra itu satu slot-nya Rp250 juta. Jadi mereka yang di satu outlet superstore itu bisa beberapa orang mitra. Misalnya contoh kayak di Bandung yang eks-nya Burger King. Nah, di situ ada 12 orang mitra. Artinya, investment-nya total di situ sekitar Rp3 miliar, jadi dibagi 12 orang.
Nah, untuk yang kedua, sistemnya itu yang perorangan. Satu outlet itu satu mitra. Biasanya itu untuk yang outlet-outlet regular. Dua ruko, dua ruko jejer. Itu kemitraannya Rp450 juta. Rp450 juta sudah termasuk peralatan dan perlengkapan, tapi belum termasuk renovasi dan sewa outlet-nya, sewa tempatnya.
Tapi untuk omzetnya sendiri, setelah 9 bulan berjalan, cukup menjanjikan nggak sih peningkatannya?
Alhamdulillah, bagus. Bahkan jadi cabang-cabang yang satu orang mitra itu bisa buka beberapa cabang justru. Di outlet-outlet kita yang di awal, Bintara, Galaxy, dan beberapa outlet lain itu bisa BEP dengan capex hampir sampai Rp1 miliar itu dalam 3 bulan walaupun kita menargetkan komunikasi kita ke mitra itu, kita BEP dalam 2 tahun. Tapi Alhamdulillah kalau dari 80 cabang outlet yang membuka di awal ini, rata-rata bisa BEP itu kurang dari 1 tahun.
Kurang dari 1 tahun sudah balik modal?
Iya, betul. Kayak kemarin yang di Bandung ini kan yang eks-nya Burger King sudah buka sebulan lebih, dan konsisten omzetnya masih di atas Rp100 jutaan per hari.