Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Okta Wirawan, pendiri Almaz Chicken. (instagram.com/oktawirawan)

Intinya sih...

  • Okta Wirawan, pendiri Almaz Fried Chicken, berbagi latar belakang karirnya dan perjalanan merintis bisnis kuliner.

  • Almaz muncul di tengah momen yang tepat dengan strategi pemasaran yang unik dan mendapat respon positif dari pasar.

  • Almaz menonjolkan ciri khasnya sebagai ayam goreng Saudi untuk merebut pasar dari brand besar seperti KFC dan McDonald's.

Jakarta, IDN Times - Dalam kurun waktu satu tahun sejak didirikan pada 14 Juni 2024, Almaz Fried Chicken berkembang pesat dan menarik perhatian publik. Dimulai dari satu gerai di Bintara, kini brand tersebut telah memiliki puluhan cabang yang tersebar di berbagai kota.

Almaz menargetkan ratusan outlet hingga akhir 2025. Fenomena ekspansi cepat tersebut memunculkan pertanyaan tentang strategi di balik pertumbuhan Almaz.

Dalam wawancara khusus bersama IDN Times, pendirinya, Okta Wirawan, mengungkap sejumlah faktor kunci yang mendorong bisnis Almaz menjamur dalam waktu singkat. Berikut selengkapnya!

1. Awal mula merintis bisnis

restoran Almaz Chicken. (instagram.com/almazfriedchicken)

Boleh diceritain gak sih, Mas, tentang latar belakang pribadi Mas Okta, terus bagaimana sih perjalanan karir sampai akhirnya bisa terjun ke dunia kuliner dan mendirikan Almaz Fried Chicken ini?

Jadi saya tuh dulu bisnis dulu, waktu kuliah. Bisnis kuliner pertamanya pernah franchise dari Bandung untuk buka di Bogor. Itu masih kuliah. Terus kemudian di tahun 2004 ya waktu itu. Nah, terus tutup. Terus kemudian kerja. Jadi kerja itu pun juga tadinya hanya untuk sementara, karena butuh ada utang buat bayar gaji karyawan waktu itu. Tapi akhirnya berlanjut kerjanya sampai 15 tahun, 10 tahun di Carrefour, 5 tahun di anak perusahaan Trakindo. Di anak perusahaan Trakindo pun juga kita bikin supermarket dan franchise. Ada beberapa f&b brand yang di-franchise, ada Carl's Jr., Wingstop, ada Karib Coffee, bikin juga beberapa brand.

Kemudian di tahun 2017, di bulan Juni itu juga sebenarnya masih kerja bikin brand pertama namanya Kedai Abuya. Kedai Abuya jalan satu tahun, dua cabang, baru resign dari kerjaan di tahun 2018, di bulan September. Nah, dari mulai Kedai Abuya itu Alhamdulillah berkembang, berkembang jadi 26 cabang. Tapi pada saat pandemik rontok tuh satu-satu sehingga akhirnya dari situ kita belajar beberapa hal. Kedai Abuya kan produknya offline. Ketika pandemik harus menjadi online karena orang gak bisa datang ke tempat. Nah, Kedai Abuya kan brandnya tuh positioning-nya gak tajam, karena namanya global. Padahal ada 40 menu di sana. Jadi, dari Kedai Abuya itu, kita akhirnya bikin beberapa brand yang dari sisi brand-nya sudah tajam positioning-nya. Jadi dari produknya udah ketahuan. Jadi Ayam Geprek Blasteran, kita punya Ayam Asap Abu Dhabi, sampai akhirnya brand ke-7 Kebuli, namanya Kebuli Abuya dan yang ke-8 ini Almaz Fried Chicken.

Jadi Almaz ini bukan yang pertama ya?

Iya, Almaz ini brand yang ke-8.

2. Almaz muncul di tengah momen yang tepat

restoran Almaz Chicken. (instagram.com/almazfriedchicken)

Yang kelihatan sangat menonjol ini kayaknya brand Almaz ini ya?

Iya, sebenarnya Kebuli Abuya yang ke-7 itu sudah berkembang karena ada 226 cabang saat ini. Tapi kan dia formatnya kecil, hanya kios-kios. Nah, Almaz Fried Chicken hadir memang dengan momentum yang pas. Jadi kita justru brand-nya ini kita munculin ketika kita melihat ada problem di Israel dan Palestina. Ada beberapa brand fried chicken yang diboikot. Nah, kami keluarkan brand Almaz Fried Chicken ini sebenarnya sebagai substitusi ketika orang mau tetap makan McD dan KFC nggak ada penggantinya, kita hadirkanlah Almaz Fried Chicken dengan positioning-nya ayam goreng Saudi nomor 1 di Indonesia tagline-nya. Jadi positioning-nya ayam goreng Saudi. Dan komunikasinya kita, Almaz ini ya untuk mereka yang rindu untuk nyobain Albaik, ayam goreng Saudi pada saat haji dan umroh rela antre berjam-jam. Nah, sekarang gak perlu antre lagi karena sudah ada Almaz Fried Chicken. ayam goreng Saudi nomor 1 di Indonesia.

Itu bukanya di bulan Juni tahun 2024. Pertamanya di Bintara. Pada saat opening cabang Bintara itu ada script saya yang saya masukin ke posting di Instagram. Nah, itu yang cukup viral. Banyak yang download itu video. Kemudian beredarlah di WhatsApp group yang disebar buat mereka adalah: “Ini dia nih, brand fried chicken lokal, bisa menjadi pengganti KFC, McD.” Tapi ya kami gak pernah mengkomunikasikan itu, tapi customer yang mengkomunikasikan, masyarakat yang mengkomunikasikan. Inilah pengganti KFC, McD. Terus kemudian, ini yang dibilang fried chicken brand-nya dari Muhammadiyah karena warnanya oranye. Ada yang bilang brand-nya PKS.

Tapi narasi-narasi kayak gitu berkembang. Dan di situ kan poinnya, ada beberapa poin yang saya sampaikan: keuntungan 5 persen dari penjualannya Almaz ini untuk bantu saudara-saudara kita di Palestina, 5 persen dari omzetnya untuk membeli sembako untuk saudara-saudara kita di sekitaran outlet-nya.

Nah, jadi narasi yang berkembang itu ada berbaca macam-macam. Ada yang terkait boikot karena bantu Palestina, ada yang mengganti KFC, McD, ada yang dibilang fried chicken-nya dari Muhammadiyah. Nah, hal itu akhirnya cepat berkembang. Yang tadinya kita planning buka 10 aja per tahun, jadi, cabang pertama Bintara, kita sudah siapin cabang kedua di Galaxy Bekasi, yang ketiga di Banjar Widaya. Tapi ternyata antusiasnya luar biasa, termasuk orang-orang yang ingin bermitra. Makanya, baru buka 1 bulan di Bintara, itu sudah dapat beberapa mitra yang ingin buka. Makanya dalam 7 bulan, kalau sekarang kan sudah dari Juni, berarti sudah 9 bulan ya, 9 bulan ini kita sudah buka 80 outlet.

Sudah menjamur ya?

Iya Alhamdulillah sampai akhir 2025, sudah on schedule sekitar 200-an cabang. Jadi, sudah ada planning opening-nya. Sudah ada jadwal opening sampai 2025, itu hampir 200-an cabang Almaz. Nanti tersebar di Sumatera dan Pulau Jawa.

3. Tonjolkan ciri khas untuk merebut pasar

restoran Almaz Chicken. (instagram.com/almazfriedchicken)

Strategi Almaz sendiri untuk bersaing dengan brand besar seperti KFC, McDonald itu seperti apa sih? Mungkin ada sisi keunikan atau perbedaan utama yang ditawarkan Almaz kepada konsumen?

Iya. Kalau dari sisi produk, kita kan fokusnya, positioning itu di ayam goreng Saudi. Jadi ayam goreng yang seperti Albaik. Produknya mirip sama Albaik, cuma pada saat kita bikin survei, orang yang datang ke Albaik itu mereka suka karena bumbunya meresap ke dalam dan bumbunya warnanya oranye. Nah, bumbu meresap ke dalam dan warna oranye itu yang kita jadikan identitasnya Almaz. Nah, Almaz kan warnanya oranye dan putih. Itu karena warna bumbunya kita yang meresap ke dalamnya warnanya oranye. Terus kemudian yang kedua, yang menurut customer unik dari Albaik itu ada saus garlic-nya. Garlic sauce yang juga kita ada di Almaz, tapi tidak ada di KFC dan McD. Terus kemudian keunikan yang ketiga, di Almaz itu kita juga ada nasi kebulinya dan itu yang menurut orang Indonesia, rata-rata kekurangan dari Albaik itu enggak ada nasi dan enggak pakai sambal. Nah, di Almaz ada sambal dan ada nasi kebulinya. Kalau di-compare sama Albaik bedanya kita ada nasinya, ada sambalnya. Di-compare sama KFC dan McD, kita ada ayam goreng Saudi-nya, ada nasi kebulinya, dan ada garlic-nya.

Kemitraan itu sudah berjalan?

Sudah, kemitraan itu sudah berjalan. Jadi cabang yang keempat, yang di Ceger Bintaro itu sudah punya mitra. Jadi yang keempat sampai ke 200 nantinya itu mitra semua. Ada beberapa sih yang punya kita. Di Padang kemarin punyanya pusat, kemudian di Grand Wisata itu juga punyanya pusat. Tapi mayoritas setelah itu punyanya mitra.

Untuk gambaran umumnya, untuk mereka yang mau bermitra ini harus melakukan apa? modalnya berapa?

Kalau untuk bermitra itu, kita ada dua tipe. Yang tipe pertama itu yang superstore. Kita bilang itu superstore. Superstore ini outlet-outlet yang memang outlet-nya besar. Biasanya eks-nya KFC, eks-nya McD, eks Starbucks yang sudah tutup, kita menggantikan mereka. Contoh, kayak kemarin di Bandung itu eks-nya Burger King. Di Bogor, eks-nya Starbucks. Terus kemudian di PGC Cililitan, eks-nya KFC. Di Karawang adanya eks-Upnormal. Itu yang size-nya besar, yang stand-alone, building-nya itu berdiri sendiri. Kita sebut itu superstore. Ada beberapa mitra patungan di sana. Per mitra itu satu slot-nya Rp250 juta. Jadi mereka yang di satu outlet superstore itu bisa beberapa orang mitra. Misalnya contoh kayak di Bandung yang eks-nya Burger King. Nah, di situ ada 12 orang mitra. Artinya, investment-nya total di situ sekitar Rp3 miliar, jadi dibagi 12 orang.

Nah, untuk yang kedua, sistemnya itu yang perorangan. Satu outlet itu satu mitra. Biasanya itu untuk yang outlet-outlet regular. Dua ruko, dua ruko jejer. Itu kemitraannya Rp450 juta. Rp450 juta sudah termasuk peralatan dan perlengkapan, tapi belum termasuk renovasi dan sewa outlet-nya, sewa tempatnya.

Tapi untuk omzetnya sendiri, setelah 9 bulan berjalan, cukup menjanjikan nggak sih peningkatannya?

Alhamdulillah, bagus. Bahkan jadi cabang-cabang yang satu orang mitra itu bisa buka beberapa cabang justru. Di outlet-outlet kita yang di awal, Bintara, Galaxy, dan beberapa outlet lain itu bisa BEP dengan capex hampir sampai Rp1 miliar itu dalam 3 bulan walaupun kita menargetkan komunikasi kita ke mitra itu, kita BEP dalam 2 tahun. Tapi Alhamdulillah kalau dari 80 cabang outlet yang membuka di awal ini, rata-rata bisa BEP itu kurang dari 1 tahun.

Kurang dari 1 tahun sudah balik modal?

Iya, betul. Kayak kemarin yang di Bandung ini kan yang eks-nya Burger King sudah buka sebulan lebih, dan konsisten omzetnya masih di atas Rp100 jutaan per hari.

4. Bisnis tumbuh bukan tanpa tantangan

Almaz Fried Chicken. (Instagram.com/almazfriedchicken)

Tapi untuk tantangan sendiri, untuk tantangan terbesar di bisnis makanan, khususnya Almaz ini, apa sih di Indonesia?

Tantangan terbesar sebenarnya kita lebih ke behavior-nya customer. Karena kita melihat yang mendorong mereka datang ke Almaz itu kan memang karena faktor emosionalnya. Karena memang ada dukungan mereka ke Palestina, terus kemudian support-nya mereka untuk boikot itu, dan kerinduan mereka terhadap ayam goreng Saudi. Nah, ketika behavior-nya nanti berubah, contoh, kayak kemarin di zamannya COVID behavior-nya orang yang tadinya datang ke outlet tiba-tiba jadi online itu kan sesuatu yang tidak bisa diprediksi. Nah, hal yang demikian yang mungkin nanti akan jadi tantangan.

Kalau kami dari sisi kompetitor, insya Allah kita punya keunikan yang tersendiri dan memang fried chicken itu kan market-nya besar di Indonesia ya. Dari zaman dulu KFC, McD sudah 50 tahunan di Indonesia dan mereka masih konsisten besar dan KFC, McD itu masih tetap bagus sebelum ada boikot, sekarang pun juga mereka masih ada beberapa outlet-nya yang tetap bagus. Artinya, market fried chicken ini harusnya tetap bagus. Tantangan yang tidak bisa diprediksi salah satunya perubahan perilaku.

Buat masyarakat yang mau masuk ke dalam dunia F&B, saran apa yang perlu dicoba masyarakat?

Mereka yang mau masuk ke dalam dunia f&b kalau andaikan mereka itu mau bersaing di yang besar, ya harus kolaborasi. Jadi jangan sendiri-sendiri, karena memang ada orang yang punya skill dalam memasak tapi mungkin kurang dari sisi modalnya. Jadi ada orang yang punya modal tapi tidak punya skill. Nah, ini kan harus dikolaborasikan. Karena memang yang akan tetap bertahan itu memang yang paling besar, yang paling kuat. Dari pengalaman kita dibuka di 8 brand itu, kalau kita hadir itu nanggung, itu akan sulit sih untuk bisa berkembang dan bertahan. Atau kalau mau ambil yang paling bawah sekalian. Jadi kalau di tengah-tengah itu akan sulit. Jadi kalau nggak ambil besar banget sekalian ambil yang kecil sekalian.

Contoh misalnya kayak Mie Gacoan gitu ya. Mie Gacoan itu yang ngikutin produknya Mie Gacoan itu kan udah banyak banget, ratusan bahkan produk-produk atau brand-brand lainnya. Tapi mereka hadir dengan gerobakan-gerobakan. Mungkin dari sisi produknya, para UMKM bisa ngikutin atau bahkan lebih enak, bahkan bisa lebih murah. Tapi kan memang yang dijual di Mie Gacoan, yang ditawarkan itu bukan hanya sekadar produk. Tapi mereka menawarkan tempat, ada lifestyle, ada behavior, kumpul dengan teman-teman, dan lain-lain. Nah, puzzle-nya harus lengkap. Untuk puzzle yang lengkap, besar seperti Gacoan, UMKM butuh kolaborasi.

Kayak kita pun di Almaz, kita ngelihat bisa bandingkan kan sekarang yang superstore omzet-nya dibandingin yang regular, yang dua ruko itu jauh lebih besar yang superstore. Kenapa? Puzzle-nya si superstore itu lebih lengkap karena kapasitas tempat duduknya lebih banyak, parkirannya juga lebih luas, jumlah orang yang bekerja di situ pun juga lebih banyak sehingga servisnya jauh lebih cepat. Jadi puzzle-nya lebih lengkap. Orang yang tadinya mau makan itu kan bukan hanya sekadar makan produknya, tapi kadang-kadang pengen kumpul sama keluarga, kumpul sama teman, bisa tempat ada bermain anak-anaknya. Jadi untuk mencapai titik puzzle yang lengkap itu, ya harus besar sekalian.

Editorial Team