Proses panen padi di persawahan. IDN Times/Nofika Dian Nugroho
Bagaimana Indonesia mampu memenuhi kebutuhan tersebut? Menurut Bung Karno saat itu, ada dua solusi yang bisa dilakukan. Pertama, menambah luas areal pertanian. Kedua, melakukan intensifikasi pertanian, khususnya melalui seleksi dan pemupukan.
Untuk pilihan pertama, Indonesia punya potensi tersebut. Hanya saja, Bung Karno menyadari bahwa tidak semua wilayah Indonesia mampu menjadi lahan pertanian. Menurut kalkulasinya, dari 7 juta hektar lahan di luar jawa (Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua) yang potensial, hanya 14 persen atau 1 juta hektar yang cocok.
Solusi kedua, yakni intensifikasi pertanian, khsusunya seleksi benih dan pemupukan. Untuk konteks pertanian sawah di Indonesia, kata Bung Karno, diperlukan seleksi benih padi basah. Pada saat itu, Bengawan dinilai sebagau benih padi basah kebal penyakit, kualitas berasnya bagus, dan tingkat produksi per hektarnya lebih tinggi.
Bung Karno pada saat itu punya cita-cita membangun balai-balai seleksi daaerah atau pusat penyelidikan benih. Dia berkeinginan setiap 10-15 ribu hektar ada satu pusat seleksi bibit. Bibit tersebut akan diberikan kepada petani dan diproyeksikan menjadi padi yang berkualitas.
Bung Karno juga menganjurkan pemupukan untuk menaikkan produksi beras. Jenis pupuk yang dianjurkan adalah pupuk fosfat. Katanya, pupuk fosfat cocok dengan padi basah. Menurut Bung Karno, kalau petani menggunakan pupuk fosfat, tingkat produksi bisa naik 5 hingga 10 kwintal per hektarnya.