ilustrasi perang dagang antara China dan Amerika Serikat. (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)
China masih menghadapi tekanan eksternal yang cukup besar, termasuk ketegangan perdagangan dengan Amerika Serikat. Donald Trump berencana memperluas tarif impor terhadap produk China, yang berpotensi menambah tekanan bagi sektor manufaktur dan ekspor negara tersebut.
Zhiwei Zhang, Presiden dan Kepala Ekonom Pinpoint Asset Management, memperingatkan bahwa “risiko terhadap ekonomi adalah dampak dari tarif AS yang lebih tinggi terhadap ekspor China, yang kemungkinan akan tercermin dalam data perdagangan beberapa bulan ke depan.”
Selain itu, langkah stimulus besar-besaran masih belum menjadi prioritas utama pemerintah China. Meskipun pada November lalu pemerintah mengumumkan dukungan utang senilai 10 triliun yuan China (sekitar Rp22.694.899 triliun) untuk pemerintah daerah, banyak analis yang menilai bahwa kebijakan ini masih belum cukup untuk mengatasi perlambatan ekonomi.
Lynn Song, Kepala Ekonom ING untuk China Raya, menilai bahwa kebijakan terbaru ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menghadapi masalah struktural jangka panjang.
“ini kemungkinan adalah arah multi-tahun daripada sesuatu yang dapat diperbaiki dalam beberapa bulan,” kata Song kepada CNBC Internasional.
Sebagai bagian dari rencana ini, pemerintah China juga berencana mendukung sektor pariwisata domestik, termasuk mendorong daerah bersalju menjadi destinasi wisata musim dingin berskala global. Selain itu, aturan visa bebas sepihak akan diperluas untuk meningkatkan kunjungan wisatawan asing ke China.
Dengan berbagai langkah yang telah diumumkan, pemerintah China berharap konsumsi domestik bisa menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Namun, efektivitas kebijakan ini masih perlu waktu untuk terlihat hasilnya.