ilustrasi pembangunan desa (Dok. Kemenkeu)
Program Dana Desa ini selaras dengan kebijakan Transfer ke Daerah (TKD) yang dilakukan Pemerintah, dimana alokasinya terus meningkat, sebagai perwujudan desentralisasi fiskal. Dimana dalam 10 tahun terakhir telah mampu mendorong peningkatan kinerja daerah dan desa.
Hal ini terlihat antara lain dari menguatnya kemandirian fiskal daerah dan terus meningkatnya jumlah desa yang berstatus desa mandiri. Kemandirian fiskal daerah menunjukkan tingkat kemampuan daerah dalam membiayai pemerintahan sendiri.
Meskipun implementasi desentralisasi fiskal di Indonesia lebih menitikberatkan kepada kewenangan untuk eksekusi belanja (expenditure assignment), namun demikian Pemerintah terus mendorong agar daerah mampu mengoptimalkan pemungutan PAD agar lebih optimal, sehingga daerah memiliki sumber daya yang lebih dalam menyediakan layanan publik.
Luky Alfirman menerangkan bahwa kemandirian fiskal daerah dalam hal ini diukur dari Rasio PAD terhadap total pendapatan APBD. Jika dilihat pada tahun 2014, secara nasional rasio kemandirian fiskal daerah adalah 24,01%, meningkat menjadi 28,14% pada tahun 2022.
Sebaliknya, rasio transfer ke daerah terhadap total pendapatan APBD menurun dari 68,8% pada tahun 2014, turun menjadi 65,15% pada tahun 2022. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam satu dekade terakhir, kemampuan pemerintah daerah dalam mendanai layanan publik dengan sumber pendanaan sendiri semakin meningkat. Implementasi UU HKPD diharapkan mampu terus mendorong penguatan local taxing power, sehingga kemandirian fiskal daerah akan terus menguat.
Selain itu, meningkatnya kemandirian fiskal daerah tidak lepas dari kinerja perpajakan daerah yang menunjukkan peningkatan secara signifikan. Tahun 2022, realisasi pajak daerah telah melebihi level pra pandemi dengan pertumbuhan yang cukup signifikan.
Pertumbuhan realisasi pajak daerah tersebut juga diiringi dengan local tax ratio yang menunjukkan tren peningkatan dari sejak pandemi. Tren tersebut diharapkan akan berlanjut pada tahun 2024 mengingat pada tahun tersebut merupakan tahun awal implementasi UU nomor 1 Tahun 2022 dan PP 35 Tahun 2023 yang menyangkut pengaturan terbaru untuk pajak daerah dan retribusi daerah.
Didalamnya terdapat beberapa kebijakan yang dapat memacu peningkatan local taxing power seperti peningkatan tarif pajak tertentu, perluasan objek pajak serta dorongan penguatan administrasi perpajakan daerah melalui kerjasama pertukaran data perpajakan dan sinergi pemungutan pajak daerah.
Secara spesifik, aparat desa berperan aktif dalam upaya pemutakhiran objek pajak daerah serta penagihan pajak daerah tertentu seperti Pajak Bumi dan Bangunan sektor perdesaan dan perkotaan yang di mayoritas daerah masih merupakan sumber penerimaan PDRD terbesar. Oleh karena itu, UU HKPD mengakui peran desa tersebut dengan mewajibkan pemerintah kabupaten/kota untuk memberikan Dana Bagi Hasil yang bersumber dari PDRD.
Hal ini juga terlihat dampaknya pada Dana Desa, dalam beberapa tahun terakhir pasca pengalokasian Dana Desa, telah menghasilkan jumlah desa mandiri yang meningkat secara signifikan. Data dari Indeks Desa Membangun (IDM) Kementerian Desa dan Pemberdayaan Daerah Tertinggal menunjukkan bahwa tahun 2018, desa yang dikategorikan desa mandiri hanya 313 desa. Jumlah tersebut meningkat secara signifikan, hingga berjumlah 11.456 desa.
Meskipun Dana Desa bukan satu-satunya sumber pendanaan untuk kegiatan yang ada di desa, hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan dana desa yang baik ditambah dengan fokus pemerintah daerah yang didorong untuk lebih memperhatikan desa melalui Alokasi Dana Desa dari pemerintah kabupaten/kota, Belanja Bantuan Keuangan baik dari provinsi maupun kabupaten/kota, Dana Bagi Hasil yang bersumber dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maupun belanja dari APBN/APBD di luar yang bersifat mandatory, mampu berkontribusi untuk terus mendorong kinerja desa. (WEB)